Seminari Menengah Mertoyudan adalah tempat pendidikan para calon imam dengan visi “Membentuk imam-imam Gereja yang akrab dengan persoalan-persoalan dunia, memiliki kedalaman batin, berwawasan luas, serta memasyarakat”.

Suasana formatif yang dibangun meliputi tiga hal utama, yakni trust, respect, dan dream.

Trust merupakan ruang di mana orang akan merasa nyaman dan aman untuk mengekspresikan diri secara otentik. Trust ini merupakan kondisi yang harus selalu diperjuangkan dan dibangun, sekaligus merupakan situasi yang mudah rusak juga.

Respect adalah suasana dan wujud penghargaan yang membuat orang merasa yakin bahwa dirinya berharga sebagai anugerah dari keterciptaan dan panggilannya. Respect merupakan imperatif moral yang mengatasi rasa suka dan tidak suka serta menjadi modal paling awal untuk membangun relasi. Respect ini juga dapat berkembang sekaligus dapat luntur. Oleh karena itu pantas untuk terus-menerus diperjuangkan.

Dream adalah energi hidup dan kekuatan yang mendorong kehendak serta keinginan untuk senantiasa maju dan berkembang. Ia seumpama horison yang berada jauh di depan yang menarik dan memotivasi setiap pribadi untuk bergerak mencapainya.

Terkait perspektif cara bertindak, ada tiga hal utama yang menjadi perhatian, yakni diskresi, kolaborasi dan networking.

Diskresi dimaksudkan sebagai upaya menemani para seminaris agar melalui seluruh kegiatan hidup hariannya, para seminaris terus-menerus dibantu untuk mendiskresikan panggilannya, membuat penegasan rohani tentang panggilannya dalam tiga aspek sanctitas, sanitas dan scientia. Para formatores sendiri juga melakukan diskresi terus-menerus untuk menemukan wujud dan cara penemanan formatif yang mengena, efektif dan transformatif sehingga tidak jatuh dalam kebekuan rutinitas.

Penemanan panggilan para seminaris dijalankan dalam prinsip kolaborasi dan networking, sebagai wujud kesadaran seorang pribadi beriman yang merasakan panggilan Tuhan untuk ikut serta dalam Missio Dei, mencintai secara nyata dan mendoakan seminaris. Penemanan panggilan para seminaris di zaman ini tak dapat dilakukan sendirian karena semuanya sudah serba terhubung dan berjaringan.

Orientasi utama Seminari Mertoyudan tetap mendidik para calon imam. Selebihnya, yang akhirnya tidak menjadi imam adalah anugerah tambahan, yakni menjadi para aktivis Gereja yang terus-menerus menghidupi dan mengembangkan Gereja di tengah dunia.

Leo Agung Sardi, S.J.