Aib atau Sukacita?

Percik Firman: Aib atau Sukacita?
Jumat, 25 Maret 2022
Hari Raya Kabar Sukacita
Bacaan Injil: Luk. 1:26-38

Saudari/a ku ytk.,
Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Kabar Sukacita. Dasar biblis Hari Raya ini adalah kunjungan Malaikat Gabriel kepada Bunda Maria (bdk. Luk 1:26-38). Hari raya ini dirayakan oleh Gereja Katolik pada tanggal 25 Maret, tepat sembilan bulan sebelum kelahiran Yesus (Hari Raya Natal).

Dalam kunjungan itu Malaikat Allah meminta kesediaan Maria untuk menjadi ibu bagi Putra Allah yang Mahatinggi. Peristiwa ini menjadi awal sejarah kekristenan. Atas kesediaan Bunda Maria itu, Allah menjelma menjadi manusia (misteri inkarnasi).

Santo Louis-Marie de Montfort (1673-1716) mengatakan bahwa Hari Raya Kabar Sukacita merupakan cikal bakal kehadiran Gereja. Bertitik tolak dari ajaran yang mengatakan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus di mana Yesus berperan sebagai Kepalanya. Santo Louis-Marie de Montfort berpandangan bahwa seorang ibu tidak mungkin hanya mengandung kepala tanpa tubuh.

Malaikat Tuhan hadir menguatkan hati Maria dengan sapaannya yang hangat. Ungkapan atau sapaan yang disampaikan dapat mempengaruhi suasana hidup bersama. Sapaan bisa memberikan kekuatan atau energi yang luar biasa pada seseorang. Dalam hidup sehari-hari, kita pun dihadapkan pada beberapa pilihan: mau memilih sapaan santun yang menghangatkan relasi atau sapaan kasar yang mengancam relasi.

Kehadiran Malaikat Gabriel menemui Maria gadis sederhana di desa Nazareth 2000 tahun yang lalu, memberikan kabar sukacita. Ia tidak menakut-nakuti Maria, tetapi meneguhkan Maria dengan menyalurkan berkat Allah. Malaikat itu masuk ke rumah Maria dan berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”

Sapaan yang menguatkan itu mendorong Maria untuk mempunyai disposisi batin siap sedia: “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Siap sedia untuk apa? Untuk dilibatkan Tuhan dalam karya agung keselamatan-Nya.

Apakah ada risiko? Ya, pasti. Ia harus siap menderita sebagai Bunda Yesus, bahkan akan mengalamai sapta duka Maria. Bahkan karena hamil di luar nikah, Maria harus siap dicap “gadis yang tidak bener”, “pembawa aib keluarga”.

Dalam situasi serba belum pasti, bingung, dan tidak tahu apa yang akan terjadi, Maria berusaha “menari” mengikuti gerakan Roh Kudus dengan taat mengatakan “sendhika dhawuh”, bukan “sendhika wadhuh” hehehe…

Kesiapsediaan Maria diteguhkan oleh sapaan yang menyejukkan dari Malaikat Gabriel. Bagaimana dengan Anda? Apakah ada seseorang yang meneguhkan keputusan hidup Anda? Siapakah dia? Dan bersediakah Anda meneguhkan orang lain yang sedang mengalami kebimbangan, kekhawatiran, ketakutan dalam hidupnya?

Mari kita menjadi rekan sepeziarahan yang saling meneguhkan dan menguatkan dalam hidup bersama ini. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari MeSRA (Mertoyudan Spiritual Rest Area). # Y. Gunawan, Pr

Similar Posts