Berani Ditolak

Percik Firman : Berani Ditolak
Jumat, 31 Juli 2020
PW St. Ignatius Loyola (imam)
Bacaan Injil: Mat 13: 54-58

“Karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan Yesus di situ” (Mat 13:58)

Saudari/a ku ytk.,
Merenungkan bacaan Injil pada Peringatan Wajib Santo Ignatius Loyola (imam) hari ini, saya teringat akan sebuah lagu “Aku Percaya”. Lagu ini dinyanyikan oleh Sari Simorangkir. Lagu itu menyentuh hati banyak orang yang sedang mengharapkan pertolongan-Nya. Demikian syairnya:

Misa dikamar meninggalnya St. Ignatius  Roma

Tiada yang seperti Engkau, Begitu mengasihiku
Kau Tuhan sanggup menjawab, Semua seru doaku.
Tiada yang seperti Engkau, Begitu mengasihiku
Kau Tuhan sanggup melawat, Seluruh kehidupanku.

Reff: Aku percaya Tuhanku ajaib,Kau turun tangan memulihkanku
Aku percaya Tuhanku dahsyat, Kau turun tangan memberkatiku
(Kau turun tangan menyembuhkanku)

Kata kuncinya adalah membuka hati. Orang yang percaya pada Tuhan pasti ia mau membuka hatinya untuk bimbingan dan karya Tuhan. Berbeda dengan orang yang menutup hati. Jika orang menutup hati, keselamatan pasti tidak akan terjadi. Mukjijat Tuhan tidak akan diberikan.

Bacaan Injil hari ini merupakan kritik keras Tuhan Yesus atas sikap orang Nazaret yang menutup hatinya akan karya Allah melalui Yesus. Yesus yang sedang “mudik” atau pulang kampung ke Nazareth mendapat reaksi penolakan dari orang sekampungnya.

Mereka bukannya bangga mempunyai seorang nabi besar dan Mesias yang dibesarkan di daerah mereka. Tetapi ternyata mereka menolak Yesus karena latar belakang keluarga dan saudara-saudari Yesus.

Yesus heran dengan sikap penolakan dan ketidakpercayaan orang-orang sekampungnya. Mengapa Yesus ditolak oleh orang-orang sekampung halaman-Nya di Nazaret? Karena Yesus hanya seorang anak tukang kayu yang sederhana, anak dari seorang wanita yang sederhana, bagaimana mungkin memperoleh kebijaksanaan yang luar biasa itu. Mereka menutup mata dan hati akan siapa Yesus sebenarnya. Ada kesombongan dan ketidakpercayaan dalam diri mereka.

Hari ini Gereja memperingati Santo Ignacio López de Loyola atau Santo Ignasius Loyola (1491-1556), pendiri Serikat Yesus. Ia dilahirkan di Kastil keluarga bangsawan Loyola di Spanyol. Puji Tuhan saya pernah diberi kesempatan Tuhan berziarah ke Basilika Santo Ignatius Loyola di Spanyol dan mimpin misa di sana bersama para peziarah.

Dalam kondisi sakit waktu itu, Ignatius meminta buku-buku bacaan untuk menghilangkan rasa bosannya. Ia menyukai cerita-cerita tentang kepahlawanan, tetapi di sana hanya tersedia kisah hidup Yesus dan orang-orang kudus. Karena tidak ada pilihan lain, ia membaca juga buku-buku itu. Hari demi hari buku-buku itu mulai menarik hatinya.

Hidupnya mulai berubah pelan tapi pasti. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka adalah orang-orang yang sama seperti aku, jadi mengapa aku tidak bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan?”

Ketekunan dan keterbukaan hati Ignatius pada bimbingan Tuhan membentuk dia menjadi pribadi yang luar biasa dan inspiratif sepanjang zaman. Apa yang dia lakukan diarahkan demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar (Ad Maiorem Dei Gloriam).

Pengalamannya di kota La Storta, sekitar 15 km dari Roma, semakin meneguhkan komitmen dan perutusannya. Dalam perjalanan ke Roma, Ignatius bersama Petrus Faber dan Diego Lainez berhenti sejenak berdoa di kapel La Storta.

Dia mengalami penampakan Tuhan yang sedang memanggul salib. Didengarnya Allah Bapa berkata kepada Yesus, “Aku ingin Engkau memilih orang ini menjadi pelayan-Mu”. Yesus pun menerima Ignatius dengan berkata, “Aku mau engkau melayani Kami”.

Penampakan (visiun) La Storta ini memberikan peneguhan bahwa Ignatius dkk memiliki satu-satunya pemimpin yakni Yesus. Semangat rohaninya adalah melayani Tuhan yang memanggul salib di dunia ini. Penampakan La Storta ini seringkali disebut sebagai mistik pelayanan dan menandai hidup, karya dan cara bertindak Ordo Serikat Yesus.

Saya bersyukur sudah dua kali datang berziarah di kapel La Storta itu saat studi di Roma. Saya membayangkan Ignatius yang datang ke kapel itu dan mendapat penampakan saat itu. Sekaligus saya memohon para Jesuit dan karya pelayanannya. Dan saya memohon rahmat kesetiaan dan kepekaan dalam memahami kehendak Tuhan dalam hidup panggilan ini.

Ada sebuah ungkapan Santo Ignatius Loyola yang menyentuh hatiku, “There is no better wood for feeding the fire of God’s love than the wood of the cross.” (Tak ada kayu yang lebih baik untuk mengobarkan api cinta Tuhan selain kayu salib). Mengapa kayu salib? Kayu Salib simbol kasih Allah pada manusia. Yesus mengasihi manusia dan menebus dosa manusia dengan darah-Nya di kayu salib.

Pertanyaan refleksinya, bagaimana perasaan Anda saat ditolak? Apakah Anda mau membuka diri atas bimbingan Tuhan seperti Santo Ignatius Loyola dalam hidup ini?

Selamat berpesta bagi para romo dan bruder Yesuit, serta Anda yang bernaung di bawah perlindungan Santo Ignatius. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan.

(Y. Gunawan, Pr)

Similar Posts