Tegas pada Prinsip
Percik Firman : Tegas pada Prinsip
Minggu Prapaskah III, 7 Maret 2021
Bacaan Injil : Yoh 2:13-25
“Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (Yoh 2: 16)
Saudari/a ku ytk.,
Ketegasan dalam prinsip itu sangat penting dalam hidup bersama, terlebih pada masa pandemi Covid-19 saat ini. Kita perlu memegang prinsip “keselamatan jiwa adalah hukum yang tertinggi”.
Demi prinsip ini, berbagai kegiatan telah ditunda atau dibatalkan. Bahkan model pendidikan saat ini di luar kebiasaan. Guru tidak tatap muka langsung dengan siswa. Tetapi dengan model pembelajaran jarak jauh atau daring (dalam jaringan).
Dalam bahasa Latin kita mengenal ungkapan “suaviter in modo, fortiter in re”. Artinya, lembut dalam gaya penyampaian, tegas dalam tindakan. Seorang pemimpin atau pendidik diharapkan bisa menghayati ungkapan itu.
Ketegasan dalam prinsip itu sangat penting dalam dunia pendidikan. Seorang pemimpin atau pendidik harus bisa membawa orang-orang yang dipimpinnya pada nilai dan prinsip hidup yang jelas. Misalnya, di Seminari Mertoyudan para seminaris dididik tiga nilai dasar yaitu kedisiplinan, kejujuran, dan tanggung jawab.
Bacaan Injil hari Minggu Prapaskah ke-3 ini mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus bersikap tegas dalam mengembalikan fungsi Bait Allah. Dengan tegas, Yesus mengungkapkan, “Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan”. Dia membersihkan atau menyucikan Bait Allah .
Yesus mengkritik dan marah atas penyalahgunaan Bait Allah. Bait Allah yang seharusnya menjadi tempat orang beribadah kepada Allah, justru menjadi sarang penyamun (versi Injil Matius) atau tempat jualan (versi Injil Yohanes).
Bait Allah dijadikan ajang komersialisme. Mereka bekerjasama dengan pemimpin agama Yahudi mengadakan jual beli binatang kurban (merpati, kambing-domba dan lembu) dan penukar uang. Harga binatang korban dinaikan berlipat-lipat.
Bait Allah menjadi tempat mengeruk keuntungan pribadi dan menyengsarakan umat yang mau beribadah. Para pemimpin agama Yahudi mengubah keheningan tempat ibadah menjadi hiruk- pikuk pasar.
Bait Allah mempunyai 4 pelataran, yaitu: pelataran bagi para imam, pelataran bagi kaum laki-laki, pelataran bagi kaum wanita, dan pelataran bagi orang non Yahudi (pelataran paling luar). Peristiwa pengusiran para pedagang terjadi di pelataran paling luar dari bangunan Bait Allah.
Tuhan Yesus sungguh marah ketika melihat para pedagang binatang korban dan penukar uang itu berkegiatan di pelataran Bait Allah. Kegiatan mereka menjadikan Bait Allah kotor, penuh dengan “kotoran binatang”, dan penuh dengan kotornya transaksi uang maunya mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Yesus membuat cambuk dan mengusir mereka.
Bagi Yesus apa yang dilihatnya sudah keterlaluan, tempat doa berubah menjadi pasar yang bukan mustahil disertai dengan aneka tipu-menipu. Mereka memanfaatkan kesempitan yang dialami oleh para peziarah (butuh hewan korban) sebagai kesempatan untuk menaikkan harga semaunya. Kita dapat bandingkan dengan naiknya harga hewan korban menjelang Idul Adha.
Bagi Yesus, Bait Allah adalah rumah Bapa, tempat di mana umat dapat bertemu dengan Allah Bapa-Nya. Tidak sepantasnya pertemuan kudus yang diadakan di tempat kudus tersebut dikotori oleh kotoran fisik (diwakili oleh kotornya tempat jualan binatang korban) dan kotoran moral (diwakili oleh penukar uang yang memakai kelicikan).
Pertanyaan refleksinya, bagaimana ketaatan Anda yang sudah diberi kesempatan dan izin untuk datang beribadah ke gereja sekarang ini? Apakah Anda sudah bertanggung jawab menjaga kekudusan diri Anda sebagai Bait Allah? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan. # Y. Gunawan, Pr