Duta Cinta Kasih
Percik Firman: Duta Cinta Kasih
Minggu, 22 November 2020
HR Kristus Raja Semesta Alam
Bacaan Injil : Mat 25:31-46
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40)
Saudara-saudariku yang terkasih,
hari ini kita merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Pertanyaan dasarnya, sosok Raja semacam apa yang mau dirayakan dan diimani? Raja yang peduli dan gemati dengan orang-orang yang kecil dan menderita.
Kita diundang untuk menjadi ”duta cinta kasih” dari Sang Raja di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Bagaimana caranya? Secara sederhana dengan menjadi duta atau rasul 5M: Memakai masker, Membagi masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, dan Mendoakan satu sama lain.
Hari Raya ini ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI pada tahun 1925. Sri Paus mengeluarkan sebuah ajaran iman untuk menanggapi munculnya gejala materialisme, atheisme, dan sekularisme di dunia modern ini. Selain itu, ajaran ini dikeluarkan ketika penghormatan umat terhadap Ekaristi, Kristus dan Gereja sedang lemah.
Sri Paus mengajak seluruh umat Katolik untuk menempatkan Kristus di dalam hidup masing-masing sebagai Raja Semesta Alam. Mengapa? Karena arus sekularisme cenderung menganggap Tuhan tidak ada.
Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam ini dapat dikatakan sebagai kesimpulan peziarahan kita membangun gambaran mengenai Allah. Allah diimani sebagai Sang Raja yang menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus, Sang Raja Semesta Alam.
Secara konkret, bagaimana sosok Allah yang ingin dihidupi dan diimani? Gambaran Allah itu kita temukan dalam sabda Tuhan hari ini: Allah yang menggembalakan dan menyertai perjalanan umat-Nya, Allah yang mengalahkan kematian demi keselamatan umat-Nya, Allah yang menjumpai umat-Nya lewat sesama yang menderita (lapar, sakit, dipenjara, tidak punya pakaian, gelandangan, orang asing, dsb).
Singkatnya, Gereja ingin terus menghidupi dan mengimani Allah yang Mahakasih dan yang mencintai kita umat-Nya.
Kristus sebagai Raja Semesta Alam berarti pula merajai manusia sebagai individu, keluarga, komunitas, pemerintah dan bangsa-bangsa. Pemuliaan Kristus Raja Semesta Alam senantiasa relevan. Maka, dilaksanakan secara tetap sepanjang masa.
Seorang raja itu harus mempunyai orientasi hidup. Yesus Kristus Raja Semesta Alam juga mempunyai orientasi hidup. Orientasi hidup-Nya bagaimana membuat sebanyak mungkin orang mengalami kasih dan menikmati keselamatan. Bahkan Dia rela berkurban dan mengurbankan diriNya bagi keselamatan orang lain. Bahkan, Ia rela menderita, dicemooh, diolok-olok, sampai wafat disalib.
Allah datang pada kita lewat kehadiran sesama yang membutuhkan uluran tangan kita. Pada saatnya nanti Allah akan memisahkan orang baik dari orang jahat pada akhir zaman. Lantas, apa yang menjadi dasar untuk memisahkan orang baik dari orang jahat? Apa yang menjadi ukuran untuk masuk surga atau tidak? Tindakan cinta kasih.
Bagaimana mereka bersikap terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan dan perhatian itulah dasarnya. Mereka yang membutuhkan pertolongan adalah mereka yang kelaparan, kehausan, orang asing, tak berpakaian, sakit, dan dalam penjara. Mereka yang memberi perhatian kepada kaum KLMTD (kecil, lemah, miskin, tersingkir, difabel) disebut sebagai orang-orang benar.
Kita mempunyai teladan abad ini yang menghayati ajaran Yesus ini, yaitu Bunda Teresa dari Kalkuta. Spiritualitas hidup dan pelayanan Ibu Teresa adalah melayani mereka-mereka yang lemah, kecil, sakit, gelandangan, miskin, dan yang terpinggirkan dari masyarakat. Melayani mereka sama dengan melayani Yesus sendiri.
Ibu Teresa dan anggota-anggota Tarekatnya beserta Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT) meyakini betul sabda Tuhan ini, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40).
Ibu Teresa memberikan kesaksian bahwa untuk menjalani kehidupan dan pelayanan yang berat di tengah orang-orang yang paling miskin dari yang miskin itu, hidup Ibu Teresa dan teman-temannya ditopang dan didasari oleh perayaan Ekaristi dan Doa.
Ibu Teresa mengatakan, ”Tanpa Dia, kami tidak dapat berbuat apa-apa. Dan justru altar itulah tempat kami berjumpa dengan orang miskin yang menderita. Dalam diri-Nya kami melihat bahwa penderitaan merupakan sebuah jalan untuk memperoleh cinta yang lebih besar dan keberanian yang lebih kuat”.
Pertanyaan refleksinya, bersediakah Anda menjadi duta cinta kasih dalam hidup sehari-hari? Bagaimana sikap Anda terhadap saudari/a yang terdampak di tengah pandemi Covid-19 saat ini?
Selamat berhari Minggu dan menyongsong masa Adven minggu depan. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.
# Y. Gunawan, Pr