Jiwa Berkurban
Percik Firman : Jiwa Berkurban
Senin, 10 Agustus 2020
Pesta Santo Laurentius, Diakon dan Martir
Bacaan Injil : Yoh 12:24-26
“Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24)
Saudari/a ku ytk.,
Di dalam masyarakat Indonesia, ada ungkapan “mati satu tumbuh seribu”. Ungkapan itu mau memberi pesan bahwa dalam hidup ini kita harus tetap memiliki pengharapan dan sikap optimis. Jika ada yang mati, pasti akan ada penggantinya.
Sebuah kematian tidak sia-sia, tetapi akan melahirkan kehidupan yang baru atau ada penggantinya. Untuk itu, dibutuhkan pengorbanan dan sikap siap sedia mengambil risiko.
Merenungkan bacaan Injil pada Pesta Santo Laurentius hari ini, saya tertarik dengan kisah Katharine Gun. Ia seorang wanita yang bekerja sebagai penerjemah di Markas Besar Komunikasi Pemerintah Inggris. Ia menjadi terkenal karena membocorkan rahasia intelijen Inggris waktu itu.
Sebelum melakukannya, ia bergumul keras akan pilihan keputusannya itu. Kalau tidak dibocorkan, ia sangat sayang dan peduli akan nyawa warga sipil Irak dan tentara Inggris dalam perang. Tetapi kalau ia membocorkan, ia tahu risiko apa yang harus ia pikul. Ia dapat dihukum penjara karena membocorkan rahasia negera. Belum lagi teror atau ancaman dibunuh yang akan diterimanya.
Ia menjadi resah dengan keadaan ini, namun suaminya terus mendukungnya dan mengingatkan, “Do nothing and die, or fight and die.” (Tidak melakukan apa-apa dan mati, atau berjuang dan mati).
Katharine Gun akhirnya memilih untuk berjuang dengan membocorkan berita itu apapun risikonya. Dengan tindakannya itu, Katharine Gun berhasil menyangkal diri dan berani mengambil risiko untuk menyelamatkan banyak orang.
Ia telah mengisi dan memberi makna hidupnya untuk berkorban demi kepentingan sesamanya. Itulah juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus telah menyangkal diri-Nya, meninggalkan Tahta Kemuliaan-Nya di Surga, datang ke dalam dunia untuk berkorban rela mati di atas kayu salib untuk menyelamatkan umat manusia. Buah pengorbanan itu adalah keselamatan untuk kita.
Sungguh, sebuah pengorbanan yang tidak ternilai! Ia melaksanakan sendiri sabda yang pernah diucapkan-Nya dalam bacaan Injil hari ini: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.”
Santo Laurentius lahir di Via Tiburtino, Roma, dari keluarga bangsawan yang kaya. Ia hidup saat Gereja mengalami masa penganiayaan pada zaman kekaisaran Romawi. Banyak orang Katolik, termasuk Sri Paus, bersembunyi di katakombe (kuburan bawah tanah).
Laurensius adalah salah satu dari ketujuh diakon agung yang bekerja membantu Sri Paus di Roma. Paus Sixtus II (257-258) menugaskan Laurensius mengurus harta kekayaan Gereja dan membagikan derma kepada para fakir miskin di seluruh kota Roma. Ia juga melayani Sri Paus dalam setiap upacara keagamaan.
Santo Laurentius meninggal dunia sebagai martir pada tahun 258. Tubuhnya dibakar dalam perapian yang menyala-nyala. Dari tubuh yang menderita itu tersebar aroma yang harum memenuhi seluruh tempat itu.
Santo Ambrosius mengemukakan bahwa “Walaupun tubuh Santo Laurensius terbakar di atas benda yang bernyala dengan api, tetapi api cinta Tuhan jauh lebih berkobar-kobar nyalanya di dalam hatinya, dan membuatnya tidak lagi menghiraukan rasa sakit yang dideritanya.”
Pada pesta Santo Laurentius martir hari ini kita diingatkan bahwa kita hidup di dunia ini cuma sekali dan mati juga cuma sekali. Karena itu, hidup dan matilah dengan terhormat. Jangan asal hidup, seenaknya, asal senang, lalu kita menjual iman keyakinan kita, prinsip kita, apalagi menjual hati nurani kita. Itu berarti menjual harga diri kita sendiri.
Sebagai pengikut Tuhan Yesus, kita punya pengharapan bahwa masih ada hidup yang lain lagi, yaitu hidup yang kekal.
Ada tulisan dalam sebuah batu nisan yang berbunyi, ”Life teaches us how to die; Death teaches us how to live” (Kehidupan mengajarkan kita bagaimana caranya mati; kematian mengajarkan kita bagaimana caranya hidup).
Kalimat itu menunjukkan adanya hubungan yang saling mengikat antara kehidupan dan kematian. Hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.
Pertanyaan refleksinya, sudahkah Anda berkorban untuk kebaikan banyak orang? Jejak macam apa yang mau Anda tinggalkan bagi keluarga, rekan kerja, dan sahabat Anda? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan
# Y. Gunawan, Pr