Tangguh dan Bertumbuh

Percik Firman : Tangguh dan Bertumbuh
Selasa, 17 Agustus 2021
Hari Raya Kemerdekaan NKRI
Bacaan Injil: Mat 22:15-21

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21)

Saudari/a ku ytk.,
Di tengah pandemi Covid-19, pada tahun 2021 ini kita merayakan 76 tahun Indonesia merdeka. Pandemi ini telah menjadikan gerak kita semua sangat terbatas, baik dalam beribadah, bekerja, sekolah, berkumpul dengan teman, rapat, maupun bepergian.

Dalam Surat Gembala 76 Tahun Kemerdekaan Indonesia yang berjudul “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”, Mgr Robertus Rubiyatmoko mengajak kita sebagai orang beriman untuk bersyukur atas penyelenggaraan Tuhan dan untuk tidak menyerah di tengah hantaman pandemi Covid- 19 saat ini.

Tema Kemerdekaan RI ke-76 adalah “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.” Tema tersebut mendeskripsikan nilai-nilai ketangguhan, semangat pantang menyerah untuk terus maju bersama dalam menempuh jalan penuh tantangan, agar dapat mencapai masa depan yang lebih baik. Deskripsi tersebut digambarkan dalam komposisi dinamis antar bentuk geometris yang sederhana, namun kokoh, dan dalam perpaduannya bergeliat dengan energi yang lincah.

Dalam injil hari ini, dikisahkan ada sekelompok orang Farisi dan Herodian yang tidak senang dengan Yesus. Mereka bersekongkol dan berusaha mencari-cari kesalahan Yesus, lalu menjebak Yesus, supaya mereka bisa menyalahkan dan akhirnya menyingkirkan Yesus.

Padahal Yesus telah berbuat banyak untuk kebaikan rakyat Yahudi, dengan karya kesehatan (menyembuhkan orang-orang sakit), karya pendidikan (mengajar tentang Sabda Bahagia, kerajaan Allah, pengampunan, dsb), karya sosial-ekonomi (memberi makan pada banyak orang), dsb.

Orang-orang Farisi berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan terkait dengan kewajiban membayar pajak. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada Yesus: “Guru, apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”

Pertanyaan ini kelihatanya bagus dan sederhana, tetapi di balik pertanyaan itu mereka bermaksud menjebak Yesus. Jika Yesus menjawab “orang perlu membayar pajak”, maka orang banyak bisa memusuhi Yesus karena Yesus pro penjajah. Jika menjawab “orang tidak perlu membayar pajak”, maka Yesus akan dipandang sebagai pembangkang kaisar dan penghasut rakyat. Secara manusiawi situasinya membuat dilema.

Memang harus hati-hati, sabar dan bijaksana dalam menghadapi orang-orang yang sudah tidak suka, orang-orang yang iri hati. Apa saja yang diperbuat selalu salah di mata mereka dan ada-ada saja alasan untuk menyalahkan. Jenis orang seperti ini masih bisa dijumpai di sekitar kita saat ini. Ketika kita sukses, kita disanjung-dipuji banyak orang karena prestasi dan keberhasilan, kita dipercaya menduduki jabatan, tetap ada orang-orang di sekitar yang tidak suka.

Dengan bijaksana, Yesus memberikan kita teladan. Dia menjawab, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Yesus memberikan cara pandang atau mindset baru, bukan soal boleh atau tidak boleh, tetapi soal baik atau tidak baik. Yesus mengajak kita untuk menjadi warga negara yang baik, sekaligus menjadi umat yang taat pada Allah.

Sebagai warga negara yang baik, Mgr. Albertus Soegijapranata mendorong dan memotivasi umat Katolik terlibat memikirkan kepentingan bangsa dan Negara. Dia memberikan landasan moral sosial dan teologis bagi pengintegrasian kekatolikan dan nasionalisme, yaitu 10 Perintah Allah; Mat 22:21; Mrk 12:17; dan Luk 20:25.

Dalam Surat Gembala Masa Prapaskah 6 Februari 1956, Mgr. Soegijapranata menegaskan: “Jika kita sungguh-sungguh Katolik sejati, kita sekaligus patriot sejati. Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriot, justru karena kita adalah 100% Katolik. Lagi pula, bukankah menurut perintah ke-4 dari ke-10 Perintah Allah –sebagaimana ada dalam Katekismus– kita wajib mencintai Gereja kudus, juga kita wajib mencintai Negara, dengan seluruh hati kita. Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan berikanlah kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.”

Dalam “Aksi Kemasjarakatan Katolik, Aksi Pantjasila” pada 8 Mei 1960, Mgr. Soegijapranata menegaskan agar umat Katolik harus proaktif dan terlibat, “Marilah di dalam lingkungan tempat tinggal/pekerjaan kita menjadi orang yang berarti, orang yang turut menentukan, berdasarkan prinsip-prinsip kita; jangan hanya turut gelombang, amem…..mlempem”.

Di masa pandemi saat ini, kita diuji seberapa besar semangat patriotisme kita. Apakah kita taat pada protokol kesehatan? Taat pada protokol kesehatan (5M: Menjaga jarak, Memakai masker, Mencuci tangan, Mengurangi mobilitas, dan Menghindari kerumunan) adalah perwujudan semangat kebangsaan/nasionalisme patriotisme. Dengan taat prokes kita bisa memutus penyebaran Covid, sehingga membantu pemerintah dan tenaga Kesehatan. Maka, Manuta!

Mari berusaha menjadi patriot (pembela tanah air) sejati di bumi Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Selamat merayakan pesta 76 tahun Indonesia merdeka. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari MeSRA (Mertoyudan Spiritual Rest Area). Merdekaaaa!# Y. Gunawan, Pr

Similar Posts