Waspada terhadap Ketamakan
Percik Firman : Waspada terhadap Ketamakan
Senin, 19 Oktober 2020
Bacaan Injil : Lukas 12:13-21
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu”(Luk 12:15)
Saudari/a ku ytk.,
Ada seminaris yang bersyukur bahwa selama masa pandemi Covid 19 ini, dia bisa menghemat uang saku. Dengan tidak ada ambulasi hari Rabu, dia bisa menghemat uang jajan sampai sekitar 200 ribu per bulan. Dia bersyukur di tengah covid ini bisa berlatih ugahari.
Ugahari adalah salah satu keutamaan yang sangat berharga di tengah pandemi Covid-19 ini. Di Seminari Mertoyudan para seminaris dilatih dan dididik untuk bersikap ugahari. Salah satunya membatasi orangtua mengirimkan paket makanan kepada anaknya.
Para seminaris juga diajak mensyukuri apa yang sudah disediakan oleh staf seminari sekaligus mengembangkan sikap solider dengan masyarakat yang kena dampak, kesulitan mencari rejeki, dan sedang berjuang menghadapi virus corona atau Covid-19 ini.
Dalam Katekismus Gereja Katolik, diajarkan bahwa Lawan kata ketamakan adalah ugahari. Berbicara soal ketamakan, tak jarang dijumpai bahwa hubungan kekeluargaan retak karena antar saudara saling berebut harta warisan orangtuanya.
Yang satu merasa berhak memiliki sawah warisan orangtua yang lebih luas. Tetapi yang lain juga merasa lebih berhak. Bahkan ada adik tega membunuh kakaknya. Atau kakak membunuh adiknya.
Saya pernah mendengar, sampai ada kakak yang menggunakan cara-cara yang tidak wajar (santet) agar ia mendapat harta warisan lebih banyak.
Ketamakan akan harta seringkali menjadi penyebab retak atau pecahnya sebuah keluarga besar. Betapa ironis ketika sebuah warisan yang ditinggalkan orangtua seharusnya disyukuri dan menjadi perekat keluarga, tetapi malah menjadi sumber pertikaian yang tidak jarang sampai berujung maut. Di sana ada ketamakan seseorang atas harta kekayaan.
Bacaan injil hari ini mengisahkan ajaran Tuhan Yesus terhadap kekayaan. Tuhan Yesus menasihati, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Tuhan Yesus memberikan cara pandang yang benar terhadap harta kekayaan.
Harta kekayaan sebagai sarana untuk mengabdi Tuhan dan mencintai sesama/saudara. Orang harus bijak terhadap harta kekayaan. Jangan sampai orang menjadi tamak dan diperbudak oleh harta kekayaan. Orang harus hati-hati terhadap sikap tamak, karena ketamakan adalah salah satu dosa pokok. Dosa pokok adalah dosa yang bisa menyebabkan dosa-dosa yang lain.
Ketamakan (bahasa Latin: avaritia) adalah keinginan tak terkendali atas materi atau harta duniawi. Dalam Kitab Suci tertulis bahwa orang yang tamak tidak pernah memiliki uang yang cukup dan tidak pernah penghasilannya terpuaskan (Pengkhotbah 5:9).
Santo Paulus mengatakan bahwa cinta akan uang adalah akar segala kejahatan dan menyebabkan seseorang dapat menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya sendiri (1 Tim 6:10). Hal ini mau menegaskan betapa seriusnya dosa pokok ketamakan ini.
Kita seringkali tergiur akan harta dan mengira bahwa itu akan mampu membuat kita bahagia. Kita lupa bahwa pada hakekatnya apapun yang kita punya bukanlah milik kita sendiri. Tetapi Tuhanlah sesungguhnya Sang Pemilik segala sesuatu di muka bumi ini. Kita bisa belajar dari sikap Ayub atas harta kekayaan.
Sekaya apapun kita, apalah gunanya jika kita malah kehilangan kesempatan untuk memasuki kehidupan kekal bersama Bapa di Surga? Bisakah kita menyuap Tuhan dengan harta kekayaan kita di dunia ini, meski sebanyak apapun? Tidak.
Justru kita akan kehilangan segala kesempatan untuk selamat jika kita terus menghamba kepada harta kekayaan. Harta yang ditimbun sendiri untuk kepentingan pribadi hanyalah akan sia-sia.
Menolong sesama, memakai harta kita untuk memuliakan Tuhan lewat menyatakan kasih kepada orang lain, itulah yang sebenarnya harus kita lakukan. Itulah yang bisa membuat jiwa kita damai dan bahagia. Tetapi jika itu membuat kita berinvestasi demi masa depan yang kekal kelak, mengapa tidak dilakukan?
Pertanyaan refleksinya, apakah Anda pernah dikuasai sikap tamak dalam hidup ini? Bagaimana sikap Anda terhadap harta kekayaan (uang, kendaraan, bakat/talenta) yang dimiliki? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.
#Y. Gunawan, Pr.