Tetap Menyala Meski Kecil
Percik Firman : Tetap Menyala Meski Kecil
Senin, 23 September 2024
PW Santo Padre Pio (imam)
Bacaan Injil: Luk 8:16-18
Saudari/a ku ytk.,
Dalam sejarah Gereja hanya ada tiga orang kudus yang dinyatakan resmi menerima anugerah stigmata ini, yaitu: Santo Fransiskus Asisi (diakon), Santa Katarina dari siena (suster), dan Santo Padre Pio (imam).
Hari ini tanggal 23 September Gereja merayakan Peringatan Wajib Santo Padre Pio (1887-1968). Dia seorang imam Fransiskan yang suci dan mendapat anugerah stigmata pada zaman modern ini. Dia lahir di kota Pietrelcina, Italia selatan. Anak kelima dari delapan bersaudara ini berasal dari keluarga petani sederhana.
Pada tanggal 20 September 1918, ketika Padre Pio berdoa di depan sebuah Salib di kapel tua, sekonyong-konyong suatu sosok seperti malaikat memberinya stigmata. Stigmata itu terus terbuka dan mencucurkan darah selama 50 tahun. Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang (luka-luka di kaki, di tangan, di lambung, di kepala).
Padre Pio pernah mengalami ketidaknyamanan dan penderitaan bertahun-tahun. Dia diasingkan oleh Gereja karena dianggap aneh. Dia dilarang mimpin misa bersama umat. Hanya boleh misa pribadi. Dia juga dilarang memberikan pelayanan Sakramen Tobat. Situasi yang tidak mudah bagi seorang imam. Tetapi dia menjalaninya dengan tegar dan selalu mengandalkan Tuhan.
Mutiara akan tetap Mutiara meskipun dimasukkan ke dalam lumpur. Dia akan tetap bersinar sebagai mutiara. Itulah Padre Pio. Kesucian hidupnya tetap bersinar meskipun berada dalam pengasingan dan kesendirian, dimana dia dijauhkan dari umat yang dicintainya dan yang mencintainya.
Padre Pio dinyatakan santo oleh Paus Yohanes Paulus II di Roma pada tanggal 16 Juni 2002. Santo Padre Pio adalah pelita bagi dunia modern ini. Cahaya kekudusan dan kedamaiannya memancar ke berbagai penjuru. Salah satu pesan Santo Padre Pio yang sangat menguatkan hidup saya, yaitu: “Dalam kesukaran, menggenggam Rosario adalah bagaikan menggenggam tangan Maria sendiri”.
Setiap patung Padre Pio biasanya digambarkan dengan memegang rosario. Hal ini saya lihat di beberapa titik di kompleks makamnya di Giovanni Rotondo, Italia Selatan. Saya bersyukur pernah diberi kesempatan Tuhan 2x untuk berziarah ke sana. Giovanni Rotondo sebuah daerah pegunungan yang terasa aura kesejukan, kedamaian, dan ketenangan.
Sabda Tuhan pada Peringatan Wajib Santo Padre Pio hari ini mengingatkan kita untuk memancarkan pelita atau cahaya bagi lingkungan sekitar. Ditegaskan tadi “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.”
Pada zaman Yesus, pelita adalah lampu minyak (bahasa Yunani: ‘lychnon’), sebuah piringan tanah liat kecil yang diberi minyak zaitun dan sebuah sumbu. Orang Israel yang miskin biasanya mempunyai lampu atau pelita dari tanah liat, sedangkan orang kaya mempunyai lampu dari perunggu dan logam lain.
Terang yang dihasilkan lampu pelita sangat lemah. Jika diletakkan di bawah sebuah mangkuk atau perabot tertentu, maka lampu minyak ini tidak akan memberikan penerangan maksimal. Maka, pada umumnya pelita diletakkan di atas kaki dian, sehingga terangnya memancar ke semua arah.
Pesannya sangat jelas dan inspirasif. Jangan malu berbuat baik meski hanya kecil atau sederhana. Mari kita terus menjadi berkat (terang) bagi sesama di sekitar kita meski hanya kecil atau tak seberapa.
Lebih baik berbuat sesuatu yang kecil daripada cuek atau tidak berbuat sesuatu. Lebih baik menyalakan satu lilin daripada terus-menerus mengeluh dan mengutuki kegelapan (masalah) yang ada. Cahaya tidak harus terang benderang, yang penting menyala. Ora kudu padhang, sing penting murub.
Ada kata-kata bijak yang pernah saya baca berbunyi demikian: “Sebuah SENYUM dapat memulai persahabatan; Sebuah SALAMAN dapat memberikan kehangatan; Sebuah KETAWA akan menghilangkan kemuraman hati; Sebuah SENTUHAN dapat menunjukan kepedulian; Sebuah LILIN mampu menghilangkan kegelapan; Setapak KAKI MELANGKAH bisa memulai suatu perjalanan; dan Sebuah IDE mampu mengubah masa depan dunia.”
Singkatnya, untuk membuat sesuatu yang besar harus dimulai dari hal yang kecil (sebuah). Harus ada yang berani memulai.
Pertanyaan refleksinya, bagaimana sikap Anda terhadap permasalahan dan ketidaknyamanan hidup selama ini? Bagaimana usaha Anda untuk memancarkan pelita bagi sesama? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli Semarang). Jangan lupa bahagia. # Y. Gunawan, Pr