Yesus Marah
Percik Firman: Yesus Marah
Jumat, 20 November 2020
Bacaan Injil : Lukas 19:45-48
“Mulailah Yesus mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: ‘Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun” (Luk 19:46)
Saudari/a ku ytk.,
Pernahkah Anda marah? Apa yang menyebabkan Anda marah? Marah untuk suatu kebaikan bersama atau untuk mendidik adalah hal yang baik. Kalau ada orang yang salah, memang perlu ditegur. Jika sudah keterlaluan, orang itu bisa dimarahi agar dia sadar dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.
Dalam pengalaman sehari-hari, kita mungkin pernah melihat atau mendengar orang yang marah. Misalnya, Pak Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta pernah memarahi anak buahnya yang tidak becus bekerja. Orangtua memarahi anaknya yang tidak mau belajar dan terlalu sering bermain. Guru memarahi para muridnya yang terlambat datang ke sekolah.
Dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan bagaimana Tuhan Yesus sungguh marah ketika melihat para pedagang binatang korban dan penukar uang itu berkegiatan di pelataran Bait Allah. Kegiatan mereka ini menjadikan Bait Allah kotor dan semrawut. Juga penuh dengan kotoran binatang dan penuh dengan kotornya transaksi uang yang tidak sehat. Para pedagang bisa “menyembelih” para peziarah dengan mematok harga binatang korban yang sangat tinggi.
Yesus mengusir semua pedagang di situ. Dengan tegas Yesus berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun”.
Yesus membuat cambuk dan mengusir mereka. Kita bisa membayangkan: betapa ributnya suasana waktu itu. Pelataran kaum non-Yahudi digemparkan dengan tercerai berainya binatang korban (lembu, kambing-domba dan merpati). Lebih gaduh lagi ketika meja penukar uang dibalikkan. Uang logam yang ditumpuk rapi dikacau balaukan (bs Jawa: diabul-abul) dan bergelindingan kemana-mana.
Bagi Yesus apa yang dilihatnya sudah keterlaluan, tempat doa berubah menjadi pasar yang bukan mustahil disertai dengan aneka tipu-menipu. Mereka memanfaatkan kesempitan yang dialami oleh para peziarah (butuh hewan korban) sebagai kesempatan untuk menaikkan harga yang seenaknya.
Bagi Yesus, Bait Allah adalah rumah Bapa, tempat di mana umat dapat bertemu dengan Allah Bapa-Nya. Tidak sepantasnya pertemuan kudus yang diadakan di tempat kudus tersebut dikotori oleh kotoran fisik (diwakili oleh kotornya tempat jualan binatang korban) dan kotoran moral (diwakili oleh penukar uang yang memakai kelicikan).
Meskipun tahu konsekwensinya akan dibenci, Yesus tetap mempunyai prinsip yang tegas. Dia tidak takut dibenci. Dia tetap mengusir dan marah dengan para pedagang itu. Hal ini menjadi teladan kita untuk menjadi pribadi yang bermental kuat dan berprinsip yang teguh. Demi kebaikan bersama, kita juga harus berani tegas dan siap dengan resikonya (tidak disukai, dibenci, dsb).
Pertanyaan refleksinya, Beranikah Anda marah ketika melihat ketidakadilan di sekitar tempat tinggal atau tempat kerja Anda? Siapkah Anda dibenci atas tindakan Anda itu? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.
# Y. Gunawan, Pr