Api Penyucian dan Mendoakan Arwah

Percik Katekese: Api Penyucian dan Mendoakan Arwah

Suatu kali ada seorang ibu yang bercerita kepada saya tentang pengalamannya mengikuti Ekaristi hari Minggu di gereja parokinya di Semarang. Saat perayaan Ekaristi, ibu tersebut dapat melihat roh atau jiwa ayahnya yang sudah meninggal dunia berada di dalam gereja itu. Jiwa ayahnya ikut Ekaristi pada hari itu.

Ayahnya sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Beliau dimakamkan di Solo. Beliau tidak beragama Katolik. Lalu ibu tersebut berkomunikasi dengan jiwa ayahnya itu dalam Bahasa Jawa, “Bapak kok berada di gereja sini? Bukankah bapak tidak beragama Katolik?” Lalu ayahnya menjawab, “Iya, ndhuk. Bapak senang di gereja karena jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal dunia didoakan oleh imam dalam Misa di Gereja Katolik”.

Betul sekali apa yang dikatakan jiwa bapak tersebut. Dalam Gereja Katolik ada tradisi mendoakan jiwa-jiwa atau arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia. Para imam selalu mendoakan jiwa-jiwa itu dalam Doa Syukur Agung. Tidak memandang agamanya apa, semua jiwa orang beriman didoakan dan dimohonkan belaskasih Allah.

Api Penyucian
Gereja meyakini bahwa belum semua jiwa orang beriman yang meninggal dunia langsung masuk ke dalam kemuliaan Allah di surga. Masih ada jiwa-jiwa yang masih berada di api penyucian (purgatorium). Apa itu api penyucian? Dalam Katekismus dinyatakan, “Api penyucian ialah keadaan mereka yang mati dalam persahabatan dengan Allah, ada kepastian akan keselamatan kekal mereka, tetapi masih membutuhkan pemurnian untuk masuk ke dalam kebahagiaan surga” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, no. 210).

Jiwa yang masuk ke api penyucian pasti masuk surga. Hanya saja mereka masih harus perlu disucikan, dibersihkan dan dimurnikan. Bagaimana kita yang masih hidup di dunia ini bisa membantu jiwa-jiwa yang sedang dimurnikan di api penyucian? Caranya dengan mendoakannya dalam perayaan Ekaristi, melakukan Tindakan amal kasih, laku tapa dan tobat, serta memintakan indulgensi bagi jiwa-jiwa itu.

Gereja mengajarkan dengan jelas, “Karena ada persekutuan para kudus, kaum beriman yang masih berjuang di dunia ini dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian dengan mempersembahkan doa-doa untuk mereka, khususnya kurban Ekaristi. Mereka juga dapat membantu mereka dengan beramal, indulgensi, laku tapa, dan tobat” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, no. 211).

Indulgensi
Pada tanggal 1-8 November Gereja mengajak umat untuk berdoa mohon indulgensi bagi jiwa-jiwa yang sudah meninggal dunia. Apa yang dimaksud dengan indulgensi itu? Bagaimana cara mendapatkannya?

Kata “indulgensi” berasal dari bahasa Latin, yaitu: indulgentia. Artinya, kemurahan. Maka, indulgensi adalah harta pusaka surgawi (kemurahan) yang istimewa yang dianugerahkan Gereja kepada kita untuk melunasi hutang dosa kita kepada Tuhan serta untuk memulihkan luka-luka jiwa kita yang diakibatkan oleh dosa. Gereja mengajarkan bahwa setiap orang Kristiani dapat memperoleh indulgensi penuh bagi orang yang sudah meninggal. Caranya dengan mengunjungi makam dan/atau mendoakan arwah orang yang meninggal pada tanggal 1-8 November.

Jiwa-jiwa yang belum tenang itu sangat membutuhkan bantuan doa-doa kita di dunia ini. Dalam Gereja Katolik ada tradisi mendoakan jiwa-jiwa atau arwah orang-orang yang sudah meninggal dunia. Para imam selalu mendoakan jiwa-jiwa itu dalam Doa Syukur Agung. Tidak memandang agamanya apa, semua jiwa orang beriman didoakan dan dimohonkan belaskasih Allah.

Dalam Doa Syukur Agung ke-2, misalnya, para imam berdoa demikian, “Ingatlah juga akan saudara-saudari kami, yang telah meninggal dengan harapan akan bangkit, dan akan semua orang yang telah berpulang dalam kerahiman-Mu, dan terimalah mereka dalam cahaya wajah-Mu”.

Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK), dinyatakan bahwa Misa Kudus melampaui ruang dan waktu, mempersatukan segenap umat beriman di surga, di bumi dan di api penyucian dalam Komuni Kudus, dan Ekaristi Kudus sendiri mempererat persatuan kita dengan Kristus, menghapus dosa-dosa ringan serta melindungi kita dari dosa berat di masa mendatang (bdk. KGK, no. 1391-1396). Maka, mempersembahkan Misa dan doa-doa demi umat beriman yang telah meninggal dunia merupakan tindakan yang kudus serta terpuji.

Praktek Mendoakan Arwah
Praktek mendoakan arwah ini bukanlah praktek baru, tetapi sudah berlangsung sejak abad-abad awal di Gereja Katolik. Dalam Katekismus Gereja Katolik diuraikan, “Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan” (KGK, no. 1032).

Kesaksian para Bapa Gereja juga mendukung keyakinan ini. Santo Sirilus dari Yerusalem (+ 386) mengajarkan bagaimana pada saat Misa, baik mereka yang hidup maupun yang telah meninggal dunia dikenang, dan bagaimana Kurban Ekaristi Yesus Kristus mendatangkan rahmat bagi orang-orang berdosa, baik yang hidup maupun yang sudah meninggal.

Mungkin ada orang yang bertanya, “Bagaimana jika jiwa orang yang kita doakan telah dimurnikan sepenuhnya dan telah pergi ke surga? Apakah doa-doa kita akan sia-sia?” Kita yang di dunia tidak mengetahui pengadilan Tuhan. Selalu baik adanya mengenangkan saudara-saudara yang telah meninggal serta mempersembahkan mereka kepada Tuhan melalui doa dan kurban.

Namun demikian, jika sungguh jiwa yang kita doakan itu telah dimurnikan dan sekarang beristirahat di hadirat Tuhan di surga, maka doa-doa dan kurban yang kita persembahkan, melalui kasih dan kerahiman Tuhan, akan berguna bagi jiwa-jiwa lain di api penyucian.

Dengan misa arwah, kita hendak memuji dan bersyukur kepada Allah atas anugerah kehidupan ini. Melalui Ekaristi Gereja memohon cinta dan belas kasih Allah, serta pengampunan dosa bagi yang meninggal. Pada perayaan Ekaristi itu seluruh umat kristiani menegaskan dan mengungkapkan kesatuan Gereja di dunia dengan Gereja di surga yang berhimpun dalam persekutuan para kudus. Itulah yang dikenal dengan persekutuan dengan semua orang kudus.

Dasar Biblis Mendoakan Arwah
Dasar biblis terkait dengan Gereja mendoakan arwah dapat ditemukan dalam teks Kitab 2 Makabe 12:38-45, khususnya ayat 42 dan 45. Misalnya, diungkapkan, “Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.” (2 Mak 12:45).

Gereja meyakini bahwa Persekutuan Orang Kudus (Communio Sanctorum) tidak terputuskan oleh maut (Bdk. Rom 8:38-39). Kuasa kasih Kristus yang mengikat kita semua di dalam satu Tubuh-Nya itulah yang menjadikan adanya tiga status Gereja, yaitu: Gereja yang masih berziarah di dunia, Gereja yang sudah mulia di surga (Church Triumphant), dan Gereja yang masih dimurnikan di Api Penyucian (Church Penitent).

Kita yang masih di dunia ini perlu mendoakan jiwa-jiwa yang masih di api penyucian. Jiwa-jiwa yang sudah bahagia di surga bisa menjadi pendoa dan perantara rahmat Allah bagi kita yang masih di dunia ini. # Y. Gunawan, Pr (Rektor Seminari TOR Sanjaya, Jangli-Semarang)

Similar Posts