Ludah dan Lidah
Ludah dan Lidah
Baca: Mrk. 8:22-26
Meludah dalam kebanyakan masyarakat dianggap tindakan yang tidak pantas, apalagi di hadapan orang lain. Meludahi orang itu sebuah tindakan penghinaan. Yesus sendiri mengalami penghinaan itu ketika orang Yahudi meludahi Dia. (Mrk.15:19)
Mengapa Yesus meludah untuk menyembuhkan orang yang sakit? Dalam kebanyakan tradisi, ternyata ludah itu dianggap juga berkhasiat untuk menyembuhkan.
Dalam konteks penyembuhan di perikop Mrk. 8:22-26 ini, tentu kita perlu memahami ludah dalam pahamnya sebagai sarana penyembuhan (bdk. Yoh. 9:6; Mrk. 7:33).
Pertanyaanya, mengapa Yesus menggunakan sarana ludah? Bukankah perkataanNya sendiri mampu menyalurkan kuasa penyembuhanNya? Bukankah “lidah”-Nya memiliki kuasa?
Mungkin jawabannya ada pada kebebasan Yesus sendiri dalam memilih sarana untuk mengiringi kuasanNya.
Dalam Yohanes 9:6, lebih aneh lagi, Yesus mengaduk ludah dalam tanah. Bukankah itu menjijikkan? Tapi toh itu dipakai Yesus untuk menyembuhkan.
Ludah dan lidah itu dekat. Ludah dan lidah ada dalam mulut yang sama. Segala yang keluar dari mulut Allah itu penuh kuasa yang mampu mengubah dan menggerakkan kehidupan. Kuasa itu juga kuasa pemulihan dan penyembuhan.
Kalau yang keluar adalah perkataanNya, maka perkataanNya itu bisa menghibur tetapi juga bisa menegur. Teguran bisa dirasa menyakitkan dan merendahkan. Namun, kuasaNya tetap sama, yakni kuasa yang mampu mengubah.
Mengapa perkataan yang lembut dan manis kita terima, tetapi yang menegur dan menyakitkan kita tolak?
Maka, ludah bisa kita pahami sebagai sarana yang sama bagi kuasa yang keluar dari mulut Allah.
Kuasa Allah bisa menbdambil sarana yang kotor dan dianggap rendah, namun bisa pula mengambil yang bersih dan indah. Kuasa Allah melampaui buruk ata indah, kotor atau bersih, rendah atau mulia. Bila Allah berkehendak, kematian pun bisa menjadi sarana nyata untuk kuasaNya.
Bila demikian, dari pihak kita, hanya diperlukan iman dan percaya. Dengan ludah atau lidah, kasih kuasa Allah tak bisa dibantah dan dicegah. Sebab, segala sesuatu mungkin bagi Allah.
Rm. Markus Yumartana SJ, 19.2.2025