Maju, Berkarater, dan Cakap Berkomunikasi: Arah Pengajaran Seminari

Pada kesempatan rapat kerja pada tanggal 18 Juni 2009, Seminari Mertoyudan mengundang dua narasumber guna memberi masukan untuk pengembangan Seminari ke depan. Masukan pertama dari Rm. Dr. Paul Suparno SJ, mantan Rektor Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta. Romo Paul memberi masukan dengan judul : “Seminari di tengah tantangan pendidikan global, mau menekankan apa?” Masukan tersebut bersifat meneguhkan atas apa yang telah diusahakan selama ini , dan sekaligus memberi arah untuk pengembangan ke depan. Apa yang telah disampaikan oleh Direktur pada tahun pelajaran yang lalu dengan topik : “Seminary: The Moving School” mendapat peneguhan untuk dilanjutkan dan dikembangkan. 
Masukan kedua dari Rm. J. Subagya SJ, mantan dosen USD, berjudul: “Pendidikan Kristiani dan PPR”. Rm. Subagya telah lama menggeluti dan mendampingi para guru dalam mengaplikasikan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) , baik di kolese-kolese Jesuit maupun sekolah-sekolah Katolik di Keuskupan Agung Semarang. Masukan tersebut memberi penyegaran sekaligus model yang lebih konkret bagi para pengajar Seminari untuk mengetrapkan PPR dalam kegiatan pembelajaran. Kalau dirancang dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, model pembelajaran tersebut akan mendukung terwujudnya pembelajaran lebih bermakna dan relevan untuk kehidupan.

Bersemangat Maju dan “Magis”

Pada awal tahun pelajaran yang lalu, telah dikemukakan tentang munculnya sekolah unggulan dan Sekolah Berwawasan Internasional (SBI). Jumlah sekolah seperti itu semakin banyak didirikan di tanah air, dengan dukungan finansial dari Pemerintah maupun para pengusaha. Pendirian SBI atau sekolah unggulan tersebut untuk menyongsong era globalisasi yang ditandai oleh ketatnya persaingan dalam segala bidang. Dengan mengemukakan hal tersebut, bukan maksudnya kita hendak menjadikan Seminari sebagai sekolah bertaraf internasional. Karena ditinjau dari input siswa, ketersediaan sarana prasarana maupun visi-misinya, tidak mungkin Seminari dikembangkan ke arah sana. Maksud di balik itu adalah mengajak kita untuk sadar dan mau belajar unsur-unsur positip dari sekolah-sekolah tersebut, antara lain semangat juang mereka untuk meraih prestasi dan mencapai keunggulan. 

Kita memang perlu realistis, namun Seminari juga tidak ingin membiarkan tumbuhnya semangat minimalis di antara para siswa. Bertolak dari situasi dan kondisi yang ada, kita semua perlu bekerja keras, berdaya juang tinggi, bersemangat “lebih” (magis) agar bisa meraih hasil yang optimal. Masing-masing siswa diharapkan dapat berkembang sesuai potensinya. Kalau pun tidak bisa mencapai keunggulan dalam bidang akademik, mengembangkan keunggulan dalam bidang lain. Intinya kita perlu menghayati spiritualitas “magis” (lebih) dan bersemangat maju guna meraih prestasi sesuai potensi masing-masing, dan tidak mudah puas diri atas apa yang telah dicapai. Dalam hal ini, staf pendidik/pengajar hendaknya menjadi provokator dan motivator utama bagi kemajuan siswa.

Hal-hal yang diunggulkan/ditekankan

Selama ini ada dua aspek yang dipilih untuk ditekankan/diunggulkan di Seminari, yaitu “character building” dan kecakapan berhasa Inggris. Dua pilihan tersebut mendapat peneguhan dan pencerahan lebih jauh dari masukan dari Rm. Paul Suparno.

  • Terkait dengan “character building” Rm. Paul memberikan rincian lebih konkret pribadi macam apa yang diperlukan untuk menjadi imam ke depan. Menurut Rm. Paul, calon imam mendatang diharapkan merupakan pribadi dengan karakter tinggi, terbuka pada jaman, pribadi yang unggul dalam semangat, tahan banting, tidak cengeng, gigih, dan berani berjuang. 
  • Terkait dengan bahasa Inggris, Rm. Paul mengatakan bahwa bahasa Inggris merupakan tuntutan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi; tuntutannya adalah dapat ngomong/berbicara maupun menulis. Kecuali bahasa Inggris, yang perlu ditekankan dalam pendidikan di Seminari adalah bahasa Indonesia dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Di era globalisasi, ketiga kompetensi tersebut harus dikuasai, juga oleh para calon imam. 

Bertolak dari hal tersebut di atas pada tahun pelajaran 2009/2010 Seminari Mertoyudan akan tetap menekankan “character building” untuk menghasilkan pribadi-pribadi yang unggul. Dalam bidang pelajaran, yang diunggulkan adalah pelajaran bahasa Inggris, Indonesia dan Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK). Ketiga mata pelajaran tersebut perlu dikuasai secara aktif. Tentu saja penekanan pada pelajaran tersebut tidak dengan mengesampingkan pelajaran yang lain. Pelajaran-pelajaran lain tetap penting dan diperlukan, karena masing-masing punya sumbangan sendiri untuk pengembangan siswa.

Pembelajaran yang Bermakna dan Bermanfaat

Kegiatan pembelajaran kita laksanakan bukan terutama dengan tujuan untuk pemindahan (transfter) dan pengembangan pengetahuan, tetapi terutama dalam rangka dan untuk pendidikan. Inti pendidikan adalah perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan merupakan kegiatan mengawal dan mendampingi generasi muda dalam pertumbuhannya, agar bisa berkembang menjadi pribadi manusia yang baik. Terkait dengan hal tersebut, pembelajaran baik di lingkup sekolah maupun di luar sekolah (asrama) diharapkan menyumbang demi perubahan siswa ke arah yang kehidupan lebih baik tersebut.

Maka semestinya kegiatan pembelajaran tidak boleh mengasingkan, tetapi justru harus mendekatkan kita dengan kehidupan itu sendiri. Pengetahuan yang kita pelajari bukan sekedar untuk kita miliki, tetapi diharapkan punya fungsi untuk kehidupan kita. Pengetahuan tersebut diharapkan bermakna, bermanfaat dan punya relevansi bagi kehidupan. Tentu saja yang dimaksud di sini bukan hanya berfungsi untuk hidup sekarang (jangka pendek), tetapi juga untuk hidup yang akan datang. Dari sini menjadi jelas, pengetahuan apa yang kiranya perlu dipelajari dan yang tidak perlu dipelajari. Pada hakikatnya semua pengetahuan yang mampu membimbing ke arah kehidupan yang lebih baik dan sesuai dengan arah panggilan harus kita pelajari, sedangkan pengetahuan yang tidak bermanfaat atau bahkan merugikan panggilan tidak perlu dipelajari. 

Menjadi tugas dan tanggungjawab pengajar untuk mengusahakan agar materi pembelajaran yang diberikan punya makna dan bermanfaat bagi siswa. Berdasar asas manfaat, bila dimungkinkan, setiap pengajar juga perlu memilih materi mana yang perlu diberikan dan mana yang tidak perlu diberi kepada siswa. Kecuali itu para siswa sendiri harus selalu bertanya, makna dan manfaat apa yang bisa dipetik atas materi pelajaran yang diberikan oleh pengajar. Di sinilah letak pentingnya refleksi. Refleksi bukan hanya bersangkut paut dengan perkara-perkara rohani, tetapi juga materi pelajaran. Bila kegiatan pembelajaran senantiasa kita laksanakan berdasarkan asas manfaat dan direfleksikan, kita akan terbantu dalam menemukan makna dan fungsi pembelajaran untuk kehidupan sehari-hari. Dan kalau kita sadar dan tahu akan manfaat dari kegiatan pembelajaran, minat untuk belajar akan bertumbuh dan motivasi untuk mencapai keunggulan akan muncul.

Paradigma Pedagogi Reflektif

Terdapat aneka macam model yang bisa dipergunakan oleh para pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Para pengajar diharapkan mempergunakan model pembelajaran yang bervareasi sesuai materi yang hendak disampaikan, supaya pembelajaran bisa menarik. Di sini akan ditawarkan alternatif model pembelajaran yang dikenal dengan sebutan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Model pembelajaran ini amat relevan diterapkan di Seminari sebagai lembaga pendidikan calon-calon imam yang hendak mendampingi para siswa agar berkembang secara utuh. 

Model pembelajaran tersebut, bagi kebanyakan guru Seminari yang pernah mengikuti lokakarya Paradigma Pedagogi Ignatian (PPI), bukanlah hal yang baru. Karena dalam lokakarya tersebut telah ditekankan perlunya mengetrapkan PPI dalam kegiatan pembelajaran. Sementara guru Seminari sudah ada yang secara terencana berusaha mempraktikkannya, meski baru secara parsial. Pada intinya, PPI/PPR meliputi 5 aspek, yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi. Kelima aspek itu perlu dijabarkan dalam rencana pembelajaran, kemudian dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. 

Singkatnya, sesuai dinamika PPR, pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan dengan

  1. memperhatikan konteks siswa (akademis, spiritual, psikis, fisik, budaya, ekonomis, dll.) ;
  2. mengajak siswa masuk ke dalam pengalaman belajar, baik langsung maupun tidak langsung. Belajar di sini bukan hanya menyangkut aktivitas otak atau pikiran (kognitif), tetapi juga melibatkan seluruh pribadi, perasaan, dan kemauan (afektif). Belajar perlu melibatkan dimensi afektif dengan mencoba merasakan dan mengalami kebenaran yang diperolehnya;
  3. mengajak siswa berefleksi untuk menemukan maksud, tujuan, nilai, makna, dan manfaat dari pengalaman belajar. Refleksi ini amat penting karena akan meningkatkan perkembangan dalam bidang emosi, pengetahuan, rasa sosial, kerohanian, dsb. ;
  4. melaksanakan apa yang disadari dalam refleksi sebagai baik, benar, dan bermanfaat dalam perbuatan nyata. Aksi menunjukkan pertumbuhan batin seorang siswa berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan, kemudian dimanifestasikan secara lahiriah dalam perbuatan;
  5. melaksanakan evaluasi (tes) untuk mengukur/melihat keberhasilan akademis siswa dalam belajar. Kecuali bidang akademik, yang perlu dievaluasi adalah perkembangan kepribadian siswa. 

Terkait dengan praksis pembelajaran bisa ditambahkan di sini, akan membantu bila dipergunakan metode “cooperative learning” ( teknik jigsaw), diskusi dan presentasi yang mampu mendukung pengembangan kecakapan berkomunikasi dan berpikir logis. 

Dalam dinamika PPR, refleksi memegang peranan amat penting. Tidak ada suatu pertumbuhan atau perkembangan tanpa refleksi. Tetapi refleksi saja belum cukup. Karena dalam refleksi, kita baru sampai kesadaran batin tentang nilai : baik-buruk, benar-salah dan berguna-tidak berguna. Refleksi itu harus ditindaklanjuti dengan aksi, yaitu usaha untuk sungguh-sungguh melaksanakan dalam perbuatan/tindakan nyata apa yang disadari sebagai baik dan bermanfaat. Refleksi tanpa dibarengi oleh aksi, akan mandul dan tidak membawa perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Kalau dipersiapkan dengan matang dan kita laksanakan dengan sungguh-sungguh, pembelajaran berpola PPR akan menjadi pembelajaran penuh makna dan bermanfaat sebagai pemandu ke arah hidup yang lebih baik. 

Fokus Perhatian dan Arah ke Depan

  1. Dalam bidang kepribadian, fokus perhatian diberikan pada usaha untuk mengembangkan siswa menjadi pribadi dengan karakter yang kuat, punya semangat juang yang tinggi, tahan banting, tidak mudah menyerah, dan terus ingin maju.
  2. Dalam bidang mata pelajaran, yang lebih ditekankan/diunggulkan adalah pelajaran bahasa Inggris, Indonesia, dan Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK). Lewat pembelajaran itu, diharapkan siswa terbantu untuk semakin cakap dalam berbahasa/berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dan mampu berpikir secara logis. Hal ini perlu didukung dengan Sidang Akademi dan kegiatan tulis menulis yang perlu lebih diberdayakan dan dioptimalkan peranannya.
  3. Dalam bidang pembelajaran, yang ditekankan adalah pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan makna dan manfaat dari apa yang dipelajari sehingga pengetahuan yang didapat punya fungsi untuk kehidupan nyata. Dalam kaitan ini, model pembelajaran yang dianjurkan adalah model Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), dengan mengedepankan pentingnya aspek refleksi dan aksi dalam pelaksanaan pembelajaran.
  4. Dalam bidang moral-spiritual, nilai yang ditekankan dan hendaknya menjiwai baik siswa maupun staf pengajar/pendidik adalah nilai kesungguhan dan nilai “lebih” (magis) dalam melaksanakan apa pun. Semuanya ditujukan “demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan” (AMDG), sehingga hasil yang dicapai bisa optimal. 
  5. Dalam bidang sarana prasarana, usaha yang telah dimulai untuk menata dan melengkapi ruang kelas, kantor persekolahan, dan sarana pendukung lainnya, perlu dilanjutkan.
  6. Dalam bidang kerjasama, perlu dibangun kerjasama yang semakin sinergis antara sekolah dan asrama, dengan saling mengkomunikasikan kegiatan masing-masing terkait dengan siswa.

PENUTUP

Demikian arah pengajaran/pendidikan tahun pelajaran 2009/2010 yang perlu kita perhatikan bersama. Banyak hal yang dipaparkan di atas masih bersifat umum, dan perlu ditindaklanjuti serta dijabarkan dalam berbagai program kegiatan, baik di lingkup sekolah maupun asrama. Semoga arah pengajaran/pendidikan tersebut memacu kita semua untuk terus memajukan Seminari, melaksanakan pembelajaran yang bermakna untuk kehidupan, serta bersama-sama mengusahakan agar para siswa punya karakter kokoh, cakap berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dengan mengunggulkan pelajaran bahasa Inggris, Indonesia, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). 


Mertoyudan, 14 Juli 2009
Direktur SMA Seminari Mertoyudan

Martinus Hadisiswoyo, S.J.

Similar Posts