Menentukan Skala Prioritas
Percik Firman: Menentukan Skala Prioritas
Selasa, 16 Januari 2024
Bacaan Injil: Mrk 2:23-28
“Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:27)
Saudari/a ku ytk.,
Salus animarum suprema lex. Artinya, Keselamatan jiwa adalah hukum yang tertinggi. Prinsip utama dari hukum Gereja Katolik adalah keselamatan jiwa. Itulah skala prioritas nilai. Maka ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik no. 1752 demikian: “…. dengan menepati kewajaran kanonik dan memperhatikan keselamatan jiwa-jiwa, yang dalam Gereja harus selalu menjadi hukum yang tertinggi.”
Ketika orang Katolik menikah di gereja, ia akan mengucapkan janji nikah di hadapan imam dan dua orang saksi. Janji nikah itu berisi akan setia dan mencintai pasangannya dalam suka duka, untung malang dan sehat sakit.
Setelah itu, imam akan meneguhkan janji nikah tersebut. Peneguhan imam itu akan diakhiri dengan kata-kata, “Apa yang telah disatukan Allah, janganlah diceraikan manusia”.
Dalam Gereja Katolik tidak ada perceraian. Perkawinan adalah sebuah panggilan hidup yang suci dan luhur. Apa yang sudah disatukan Allah, tidak dapat diceraikan oleh manusia dengan alasan apapun, kecuali oleh kematian yang wajar.
Ketika ada situasi yang mengancam jiwa atau nyawa salah satu pasangan, maka Gereja ikut peduli dan berpihak pada korban. Gereja hadir menyelamatkan jiwanya. Keselamatan jiwa adalah prioritas nilai yang utama.
Misalnya, jika ada Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sampai nyawa terancam, Gereja memberikan langkah pastoral tertentu untuk menyelamatkan jiwa korban. Misalnya, dengan pisah ranjang untuk sementara waktu.
Dalam Bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus mengkritik sikap orang Farisi yang menghakimi para murid Yesus. Sekaligus Yesus mengingatkan kita pentingnya menentukan skala prioritas nilai dalam hidup kita.
Para murid memetik bulir gandum pada hari Sabat. Sebenarnya bulir gandum hanyalah sarapan kering. Namun orang-orang Farisi tidak mau membiarkan mereka memakannya dengan tenang.
Memetik bulir gandum dari tangkainya pada hari sabat memang dilarang oleh tradisi nenek moyang mereka. Mengapa? Karena perbuatan ini dianggap sebagai kegiatan menuai alias bekerja. Pada hari sabat orang tidak boleh bekerja. Padahal, para murid sedang lapar. Lantas bagaimana?
Yesus memberikan ajaran dan cara pandang baru tentang hari sabat secara bijaksana: pertama, tindakan para murid itu dapat disamakan dengan tindakan Daud dan pengikutnya. Peraturan itu terpaksa dilanggar oleh karena kebutuhan yang mendesak yakni rasa lapar secara fisik (demi keselamatan/kesehatan).
Kedua, para imam pun diperbolehkan melakukan pekerjaan di kenisah Yerusalem pada hari Sabat berdasarkan prinsip bahwa hukum mengenai kenisah di atas hukum mengenai hari Sabat. Melalui ungkapan ini, mau dikatakan bahwa Yesus jauh lebih besar daripada hari Sabat.
Ketiga, Tuhan lebih menyukai kasih setia daripada sekedar aturan. Ini merupakan kritik atas pertimbangan nilai yang salah dari orang-orang Farisi.
Marilah kita mohon rahmat kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Semoga kita dapat menentukan prioritas nilai dalam mengambil keputusan: mana yang baik, benar, penting, mendesak, dan lebih berguna untuk banyak orang. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli Semarang). # Y. Gunawan, Pr