Menerobos Keterbatasan Diri

Percik Firman: Menerobos Keterbatasan Diri
Selasa, 17 November 2020
PW Santa Elisabeth Hungaria
Bacaan Injil : Lukas 19:1-10

“Berlarilah Zakheus mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ” (Luk 19:4)

Saudari/a ku ytk.,
Ada tiga kata yang menarik perhatian saya dari tindakan Zakheus saat Tuhan Yesus datang ke kota Yerikho. Dikisahkan dalam bacaan Injil hari ini demikian, “Berlarilah Zakheus mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ”.

Apa tiga kata itu? Berlari, memanjat dan melihat. Tiga tindakan Zakheus tersebut merupakan tindakan yang aktif. Zakheus tidak menunggu, tidak pasif. Tetapi dia aktif, yaitu: berlari, memanjat dan melihat. Dia berlari menerobos orang banyak. Dia menerobos keterbatasan fisiknya yang pendek.

Dia juga menerobos penilaian negatif masyarakat Yahudi tentang dirinya. Sebagai kepala pemungut cukai, dia dicap sebagai antek atau pro penjajah Romawi, memperkaya dirinya dengan menarik pajak yang tinggi, dan dianggap pendosa.

Dengan memanjat pohon Ara, dia berharap bisa melihat Yesus secara lebih jelas. Ternyata yang terjadi di luar dugaannya. Dia tidak hanya dapat melihat Yesus secara lebih jelas, tetapi dia malah disapa oleh Tuhan Yesus secara pribadi. Bahkan Tuhan Yesus menawarkan diri mau menumpang di rumahnya dan memberkati keluarga dan seisi rumahnya.

Sabda Tuhan hari ini sungguh menginspirasi kita untuk berani menerobos keterbatasan kita dan penilaian negatif orang lain terhadap kita. Tuhan sudah menawarkan keselamatan. Bagaimana tanggapan kita? Kita pasif atau aktif?

Zakheus menjadi salah satu contoh orang yang menanggapi keselamatan Allah dengan mendatangi Tuhan, melakukan pertobatan, dan membangun niat untuk membarui hidupnya.

Diungkapkan, ”Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat”. Itulah pertobatan yang total, tidak setengah-tengah. Nek Wedi Ojo Wani-wani, Nek Wani Ojo Wedi-wedi.

Siap dengan segala risiko dan konsekuensinya. Sebagaimana Kristus yang siap memanggul salib, demi keselamatan kita. Demikian pula kita diharapkan juga seperti itu.

Sikap menanggapi keselamatan dari Tuhan, juga dihayati oleh Santa Elisabeth Hungaria (1207-1231) yang kita peringati hari ini. Dialah salah satu contoh pribadi yang mau menerima pewartaan kasih Tuhan Yesus dan mewujudkannya dalam kepeduliaan kepada sesama.

Dia adalah janda dari almarhum Pangeran Ludwig IV. Dia menikah dalam usia 14 tahun. Dari pernikahan mereka, Tuhan mengaruniai tiga orang anak. Perkawinan ini berakhir pada tahun 1227, ketika suaminya wafat karena serangan wabah pes saat mengikuti Perang Salib di Tanah Suci.

Pamannya menghendaki agar Elizabeth menikah lagi, karena ia masih muda dan cantik. Tetapi orang kudus ini telah bertekad untuk mempersembahkan dirinya kepada Tuhan.

Sebagai janda muda yang cantik, dia menghadapi berbagai godaan. Tetapi ia ingin meneladani semangat kemiskinan Santo Fransiskus. Dia menjadi anggota Ordo ke-3 Santo Fransiskus dan aktif melayani orang miskin, yatim piatu, dan orang sakit.

Elizabeth tinggal di sebuah desa miskin dan menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan melayani mereka yang sakit serta miskin. Ia juga mendirikan rumah-rumah sakit dan memberikan makanan kepada orang-orang malang itu.

Ia wafat di Marburg, Jerman tgl 17 November 1231, dalam usia 24 tahun. Elisabeth adalah seorang ibu yang memberi teladan hidup yang luar biasa kepada para ibu rumah tangga. Ia diangkat menjadi pelindung karya-karya sosial. Mata dan hatinya memancarkan kasih Allah dan membawa damai sejahtera bagi sesamanya.

Pertanyaan refleksinya, adakah Anda mempunyai keterbatasan diri dan pernah mendapat penilaian negatif dari orang lain? Apa yang akan Anda usahakan untuk menanggapi keselamatan Allah di dalam hidup ini. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.

# Y. Gunawan, Pr

Similar Posts