Santo Petrus Canisius (1521-1597): Pendidik, pengkotbah, dan penulis yang handal
Santo Petrus Canisius (1521-1597): Pendidik, pengkotbah, dan penulis yang handal
“Hai putra seminari, selalu sehati, ikut panggilan suci dengan niat murni, sedia akan karya bagi Greja bangsa, karna tujuan kita imamat mulia”
Itulah salah satu bait lagu Mars Seminari Mertoyudan, yang berlindung di bawah Santo Petrus Canisius. Gereja merayakan Santo Petrus Kanisius dua kali, yaitu tgl 27 April dan 21 Desember.
Santo ini menjadi pelindung seminari menengah tertua atau pertama di Indonesia (th 1912), yaitu Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan, Magelang. Sudah banyak uskup dan imam yang lahir dari gemblengan “kawah candradimuka” bumi Merto itu. Juga banyak para awam handal yang berkiprah di berbagai bidang di masyarakat, pernah dididik di sana.
Petrus Canisius lahir tanggal 8 Mei 1521 di Nijmegen, Belanda. Ketika itu Nijmegen masih termasuk bagian wilayah Keuskupan Agung Cologne dan berada di bawah kekuasaan Jerman. Petrus adalah putra tertua dari Yakob Kanis. Ayahnya menjabat sebagai Walikota Nijmegen, dan menjadi guru pribadi bagi anak-anak raja dari Lorraine.
Semasa hidupnya Petrus menyaksikan pergolakan hebat dalam tubuh Gereja oleh munculnya gerakan Reformasi pimpinan Martin Luther. Pada umur 14 tahun, Petrus masuk Universitas Cologne dan mencapai gelar Magister (Master of Arts) pada usia 19 tahun.
la bercita-cita menjadi seorang ahli di bidang hukum. Untuk itu ia melanjutkan studinya di Universitas Louvain. Tetapi kemudian ia berubah haluan. Ia mulai tertarik dengan kehidupan membiara.
Ketertarikannya pada kehidupan membiara ini berkaitan erat dengan cara hidup para pertapa di biara Kartusian yang disaksikannya sendiri selama belajar di Cologne. Karena itu, ia kembali ke Cologne untuk belajar Teologi.
Di sana ia mengikuti latihan-latilan rohani Santo Ignasius Loyola, yang dipimpin oleh Petrus Faber, seorang imam Yesuit yang saleh. Latihan rohani ini sungguh meresap dalam hatinya sehingga Petrus memutuskan untuk menjadi seorang iman Yesuit juga.
Niatnya untuk memasuki biara Kartusia dibatalkannya. Ketika berumur 22 tahun, Petrus memasuki Serikat Yesuit. Di Cologne, Petrus turut mendirikan rumah Yesuit pertama, tempat ia menjalani masa novisiatnya. Pada tahun 1546, ia ditahbiskan menjadi imam dan segera terkenal sebagai seorang pengkhotbah ulung.
Kardinal Otto Truchsess von Waldburg, Uskup Augsburg, memilihnya menjadi teolog pribadinya pada Konsili Trente. Dalam konsili itu, Petrus mendapat kesempatan untuk berbicara, baik di Trente maupun di Bologna. Kemudian ia dipanggil ke Roma oleh Santo Ignasius sendiri, dan pada tahun 1548 ia dikirm untuk mengajar retorik di sekolah Yesuit pertama di Messina, Sisilia.
Sebagai jawaban terhadap permohonan raja William 1V dari Bavaria, yang membutuhkan profesor-profesor Katolik untuk melawan ajaran-ajaran bidaah, Paus Paulus III (1534-1549) mengirim Petrus dan dua orang imam Yesuit lainnya ke Ingolstadt untuk mengajar di sebuah universitas yang ada di sana.
Pada tahun 1550, setahun setelah Petrus mengucapkan kaul kekal dalam Serikat Yesus, Petrus diangkat menjadi rektor universitas Ingolstadt. Melalui khotbah-khotbah dan katekesenya, ia berhasil membangkitkan lagi semangat hidup keagamaan di kalangam umat di wilayah itu.
Pada tahun 1552, atas permohonan Raja Ferdinand I dari Austria, ia pergi ke Vienna untuk menjalankan misi yang sama. Di Vienna, Raja Ferdinand menawarkan kepadanya jabatan Uskup Vienna, tetapi selalu ditolaknya. Pada tahun 1554, atas permintaan Paus Yulius III, Ignasius Loyola mengizinkan Petrus menjadi administrator Takhta Suci yang mengalami kekosongan.
Di sini ia menyusun buku katekismusnya yang terkenal: Ringkasan Ajaran Kristen, yang dipakai di seluruh Eropa selama beberapa abad sebagai buku pegangan. Kemudian ia menyusun lagi dua buah buku katekismus yang lebih singkat untuk sekolah-sekolah.
Kemudian Petrus diangkat sebagai pemimpin serikat untuk sebuah wilayah kerja Yesuit yang meliputi Jerman Selatan, Austria dan Bohemia. Dalam masa kepemimpinannya, ia membuka sebuah kolese di Munich dan Praha dan bertanggungjawab atas pembaharuan sekolah-sekolah di Augsburg.
Pada tahun 1562, ia mendirikan sebuah kolese di Innsbruck dan mengambil bagian sebagai pembicara dalam Konsili Trente sebagai Teolog Kepausan. Setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai pemimpin serikat ia mengajar di Universitas Dillingen di Bavaria. Di sini ia giat menulis suatu seri buku sebagai tanggapan terhadap sebuah buku yang diterbitkan sekelompok penulis Protestan dari Magdeburg.
Karyanya yang terakhir diselesaikannya di Frieburg, Switzerland, tempat ia mendirikan sebuah universitas dan membantu membangun sebuah penerbitan Katolik pada tahun 1580. Pada tahun 1591 ia jatuh sakit tetapi terus menulis hingga kematiannya pada tahun 1597 di Frierbuxg.
Paus Pius XI (1922-1939) memberi gelar Petrus Canisius sebagai Pujangga Gereja yang mashyur. Santo Petrus Canisius, doakanlah kami.
Selamat merayakan pesta pelindung bagi Seminari Mertoyudan almamater tercinta dan juga sekolah-sekolah Kanisius di keuskupan Agung Semarang. Terimakasih atas didikanmu… “Hai putra seminari, selalu sehati… Tujuan kita imamat mulia”.
# Y. Gunawan, Pr