Iri Hati atau Murah Hati ?
Percik Firman : Iri Hati atau Murah Hati ?
Minggu Biasa XXV, 20 September 2020
Bacaan Injil: Mat 20:1-16a
“Iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” (Mat 20:15)
Saudari/a ku ytk.,
Situasi pandemi Covid-19 beberapa bulan terakhir ini bisa menimbulkan iri hati. Apalagi saat orang merasa tidak diuntungkan, padahal sudah berjuang mati-matian.
Orang yang sudah menjaga kesehatan dengan menjalani protokol kesehatan dengan ketat malah terkena virus corona. Sementara itu, orang yang cuek dengan protokol kesehatan malah masih malang melintang ke sana kemari tanpa memakai masker.
Para perawat yang siang malam merawat pasien di rumah sakit, sampai rela meninggalkan keluarga, malah positif terkena virus corona.
Para dokter yang telah berjuang secara tulus mengobati pasien juga malah terpapar virus dan tak tertolong, sehingga meninggal dunia. Sementara itu, masih ada orang yang masih menganggap virus corona ini tak berbahaya, sehingga masa bodoh dan sembrono.
Secara manusiawi, iri hati kadang mewarnai hidup kita sehari-hari. Orang yang iri hati biasanya menerima perlakuan yang tidak adil.
Seorang adik bisa iri hati dengan kakaknya yang mendapat uang saku lebih banyak. Seseorang juga bisa iri hati atas pembagian harta warisan yang tidak adil.
Bacaan injil hari ini menampilkan sikap orang-orang upahan di kebun anggur yang iri hati dan mengeluh dengan upah yang diterima. Sekaligus menampilkan pribadi sang pemilik kebun anggur yang murah hati.
Mereka yang bekerja sejak pagi menggerutu dan merasa iri hati dengan orang yang berkerja hanya mulai sore hari. Upahnya sama, sedinar sehari.
Diceritakan dalam injil: “Ketika mereka menerima upah sedinar, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: ‘Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.”
Ada dua hal yang menarik dari perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur ini. Pertama, sikap manusia. Pekerja itu melambangkan manusia. Manusia memiliki sifat iri kepada Allah dan sesama. Manusia iri karena Allah mencintai semua manusia dan ingin menyelamatkannya.
Selain iri kepada Allah, manusia juga iri kepada sesama. Kita terkadang tidak suka dengan orang berdosa yang tiba-tiba bertobat dan menjadi lebih baik dari diri kita.
Umat Kristiani yang sejak kecil sudah menjadi pengikut Yesus, kadang sulit untuk menerima orang baptisan baru, yang iman dan pengetahuanya jauh lebih maju. Bahkan dia lebih dipercaya menjadi pengurus lingkungan/paroki.
Kedua, sikap Allah. Sikap Allah bertolak belakang dengan sifat manusia. Allah itu murah hati Manusia bersifat iri hati dan menuduh Allah sebagai pihak yang tidak adil. Padahal Allah bertindak dengan adil. Keadilan Allah ditunjukkan dengan adanya kesepakatan di awal (upah sedinar sehari).
Ada ahli Kitab Suci yang mengatakan bahwa sesungguhnya upah yang dimaksudkan di sini adalah ganjaran atau hadiah dari Tuhan, yakni ketika kita masuk surga kelak. Yang terpenting adalah kita semua umat Allah, bisa masuk surga.
Jangan kita pikirkan, mengapa orang yang tiba-tiba dibaptis lalu meninggal dan bisa masuk surga, diperlakukan sama dengan orang yang sudah sejak kecil menjadi orang Katolik?
Hal ini hanya bisa dipahami bila kita mengenal dan meyakini bahwa Allah adalah Bapa yang Murah hati. Murah hati berarti apa yang kita terima dari Allah bukan karena kebaikan (budi baik) kita, tetapi semata-mata karena kebaikan dan belas kasih Allah. Kita menerima anugerah keselamatan bukan karena jasa kita, melainkan karena kemurahan hati Allah.
Iri hati adalah energi negatif. Selain itu, ada beberapa energi negatif lain yang perlu diwaspadai, seperti : marah, mengeluh, khawatir, bingung, galau, putus ada, dendam, dsb.
Sedangkan murah hati adalah energi positif. Selain murah hati, mari kita terus mengembangkan energi positif yang lain, seperti: bersyukur, peduli, kasih, jujur, lemah lembut, semangat, sabar, berani, suka cita, kreatif, dsb.
Pertanyaan refleksinya, bagaimana situasi batin Anda akhir-akhir ini? Kira-kira lebih diwarnai iri hati atau bersyukur? Marilah kita mohon rahmat hati yang penuh syukur dan bisa bermurah hati. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari bumi Mertoyudan.
# Y. Gunawan, Pr