paus fransiskus membasuh kaki pengungsi pada perayaan kamis putih

Membasuh Kaki dan Maknanya

Konteks teologis peristiwa pembasuhan kaki disajikan dalam Yohanes 13:1-3. Dikatakan bahwa waktunya sudah tiba bagi para murid (untuk dipersiapkan masuk ke dalam inti misteri iman, yaitu sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan). Injil sinoptik merekam dengan memberi fokus perhatian pada peristiwa perjamuan terakhir. Sementara Yohanes memilih cara berbeda, yaitu mengarisbawahi Yesus sebagai pelayan dengan  penggambaran tindakan hamba atau budak: mengambil handuk untuk membasuh kaki (Yohanes 13:4). Hal penting dan mendalam yang mau diwartakan oleh Yohanes lewat bahasa pembasuhan kaki adalah penyucian sesungguhnya para murid dari dosa. Dan itu akan direalisir oleh Yesus secara sempurna  dalam tindakan kerendahan hati yang lebih besar lagi, yaitu kematian Kristus sendiri di salib. Kata “sampai akhir” dalam Yohanes 13:1 menunjuk makna “akhir hidup-Nya, yaitu kematian”.

Dalam Yohanes 13:12-17, Yesus memberikan penjelasan tindak “membasuh kaki” sebagai sebentuk teladan dan ajakan supaya para murid menghayati kerendahan hati yang sama kepada setiap orang. 

Teks Yohanes 13 sendiri dalam konteks keseluruhan Injil Yohanes merupakan awal bagian kedua dari Injil. Bagian pertama terdiri dari bab 1 – 12 yang berisi pewahyuan dan penyataan diri Yesus kepada orang-orang Yahudi. Pewahyuan ini mendapat tanggapan negatif. Bukan saja disalahpahami tetapi tidak diterima dan ditolak. “Dia menyatakan diri kepada milik-Nya, tetapi milik-Nya tidak mengerti, malahan menolak-Nya”.  Kata-kata yang terdapat di bagian akhir bab 12 sendiri sendiri menunjukkan ketidakpercayaan orang-orang Yahudi dan ketidakmengertian mereka akan tanda-tanda yang dibuat Yesus. Bab 13 hingga akhir bab dari Injil Yohanes ini merupakan bagian kedua dan berisi pewahyuan sepenuhnya serta terus terang  tentang diri Yesus  kepada sahabat-sahabat-Nya.

Pernyataan diri Yesus ini mulai dengan suasana baru, penuh afeksi, penuh kepercayaan dan merupakan  pembicaraan mendalam antara Yesus dengan para murid-Nya. Bahkan sering dikatakan, dalam pokok pewahyuan ini kebenaran terang benderang (telanjang) Yesus yang dinyatakan kepada milik-Nya (para murid). Yesus menunjukkan tanpa selubung dan tanpa polemik yang alot dan menyakitkan, perdebatan yang gelap seperti pada bagian pertama Injil. Yesus mengungkapkan saat-saat kegelisahan-Nya, penghinaan-penghinaan terhadap-Nya, tindakan-tindakan permusuhan terhadap-Nya. Semua dinyatakan penuh keterbukaan dan kepercayaan; terlaksana seperti percakapan panjang antara para sahabat tanpa sela kecuali oleh kesalah-pahaman kecil yang selanjutnya Yesus meluruskan dengan kasih dan secara simpatik. Jadi bagian kedua dari Injil Yohanes ini merupakan pewahyuan sesungguhya diri Yesus kepada para murid-Nya.

1. Membasuh kaki. Bahwa tindakan membasuh kaki dilakukan setelah perjamuan dimulai terkesan aneh dan tidak biasa. Bila dilaksanakan sebelum makan hal itu mudah dipahami dan biasa; tetapi bahwa “membasuh kaki” dilaksanakan di saat makan atau selama makan tentu saja mengganggu. Di sini memang mau ditunjukkan bahwa seluruh peristiwa salib melahirkan sebentuk sandungan dan terasa  mengganggu; artinya membuat arti tidak nyaman. Tetapi inilah pelayanan Kristus sebagai hamba di tengah perjamuan. Dimaksud untuk mengubah mentalitas para murid dalam memandang dan memahami Yesus.

2. Yudas. Yudas dihadirkan di awal, tengah dan akhir perikope. Di awal kisah dikatakan bahwa setan telah masuk ke dalam hati Yudas untuk mengkhianati Yesus. Di bagian tengah dikatakan bahwsa dia tidak bersih. Dan di akhir dikatakan bahwa “kamu sudah bersih, tetapi tidak semua”. Figur Yudas ini adalah figur orang yang dekat dengan pewahyuan Tuhan tetapi tidak mengalami apa yang disebut Yohanes percaya (to believe). Inspirasi dari kenyataan ini adalah bahwa kenyataan ketidakpercayaan ini bisa menyertai proses seseorang dalam beriman kepada Tuhan. Kebersamaan sehari-hari tidak selalu dengan sendirinya membawa pengenalan mendalam akan Yesus dan mengimani-Nya. Kepentingan diri, cinta diri serta kehendak diri yang belum tertata (bdk. Latihan Rohani St. Ignatius Loyola 189b), bisa menghambat dan menahan orang untuk sampai kepada Yesus sebagai Kristus, Sang Penebus yang menjadi isi iman kita dan direnungkan sebagai bahan utama misteri Paskah.

3. Petrus. Yohanes juga menampilkan figur lain, yaitu Petrus. Dia ditampilkan sebagai pribadi yang menolak dan menentang tindakan Yesus “membasuh kaki”. Tetapi kemudian Petrus ditaklukkannya. Bahkan ditunjukkan bahwa akhirnya Petrus tidak bisa menolak (Jw: tan swala!) dan  lebih darisemua itu Petrus memahami tindakan Yesus penuh misteri.

Tindakan penolakan Petrus itu muncul dari ketidakmengertiannya atas tindakan Yesus terhadap dirinya. Di mata Petrus tindakan Yesus merupakan sebentuk perendahan, di luar tempatnya, dan karena itu Petrus tidak bisa menerima. Tindakan Yesus itu membuat Petrus merasa tidak sreg dan tidak nyaman. Menghadapi hal ini, Yesus menegaskan bahwa yang tidak dibasuh  tidak ambil bagian dari diri-Nya. Barulah Petrus percaya. Figur Petrus dengan sikapnya yang demikian itu ini tidak berbeda dengan sikapnya di dalam kisah pengakuannya bahwa Yesus Mesias menurut Markus dalam bab 8, tetapi kemudian menghalangi Yesus untuk menempuh jalan-Nya. Sangat mungkin Petrus menolak karena menerima berarti melibatkan diri. Menerima tindakan Yesus memiliki konsekwensi bahwa dia mesti terlibat di dalam pilihan Yesus yang dia ingin menghindari dan menolaknya.

Sebenarnya di dalam proses beriman dan memasuki misteri Paskah, sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, Petrus di sini mewaliki kesulitan kita untuk menerima sesuatu sebagai bagian dari pewahyuan Yesus yang menuntut sebuah keterlibatan dalam mengikuti-Nya, menempuh jalan-Nya.  Karena itu, penolakan pertama Petrus bukan sekedar penolakan ketidaknyaman dan sopan santun relasi guru dan murid, tetapi bisa menjadi petunjuk belum tersedianya disposisi jiwa besar dan hati merdeka (bdk. Latihan Rohani St. Ignatius Loyola 5) untuk memasukkan diri di dalam jalan derita, salib, kematian dan kebangkitan Tuhan.

Menurut catatan Injil Yohanes, Petrus memahami bahwa dibasuh kakinya oleh Yesus berarti berhutang keselamatan kepada-Nya, berhutang kematian terhadap-Nya. Berhutang demikian ini adalah berhutang segalanya.

Ini sebuah kesulitan yang bisa terjadi di dalam menerima kasih Allah. Tidak mudah menerima Yesus yang bersedia melayani kita. Hanya dengan kesanggupan menerima tindakan Yesus tersebut bisa lahir dalam diri seseorang cara bertindak Yesus. Mengenakan cara bertindak-Nya.

Seminari Menengah Mertoyudan, Minggu Palma, 5 April 2020

L. A. Sardi S. J.

Bahan:

  1. Carlo M. Martini, S.J., The Ignatian Exercises in the Light of St. John, Anand, Gujarat Sahitya Prakash, 1981,  hal. 205-211.
  2. William Hamilton and Hugh Melinsky, The Modern Reader’s Guide to the Gospels, London, Longman & Todd, 1965, hal. 307-308.

Similar Posts