Mendengarkan dengan Hati
Percik Firman: Mendengarkan dengan Hati
Rabu, 24 Januari 2024
PW St. Fransiskus de Sales (Uskup dan Pujangga Gereja)
Pekan Doa Sedunia hari ke-7
Bacaan Injil : Mrk 4:1-20
“Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Mrk 4:9)
Saudari/a ku ytk.,
Mendengarkan adalah kemampuan yang penting dalam menumbuhkan kebijaksanaan dalam hidup sehari-hari. Orang yang bijaksana biasanya mempunyai kemampuan mendengarkan yang baik.
Mendengarkan apa? Mendengarkan masukan dari teman-temannya, rekan kerjanya, dsb. Juga mendengarkan suara hatinya sendiri. Terlebih mendengarkan bisikan Roh Kudus.
Setiap calon imam yang akan menerima tahbisan imam harus lulus ujian ad audiendas. Ujian ini disebut juga ujian kebijaksanaan. Seorang calon diuji di hadapan tiga orang penguji, yakni ahli hukum Gereja, ahli moral, dan Vikaris Jendral (Vikjen). Ad audiendas confessiones atau mendengarkan pengakuan dosa adalah pelayanan yang harus dilakukan oleh setiap imam.
Dalam ujian itu ada tiga kasus yang akan ditanyakan, yaitu kasus pengakuan dosa, kasus moral dan kasus perkawinan. Jawaban seseorang akan menentukan tingkat kebijaksanaannya.
Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan pengajaran Tuhan Yesus kepada para murid mengenai makna perumpamaan seorang penabur. Perumpamaan ini merupakan perumpamaan dasar dari ajaran Yesus. Dengan tegas, Tuhan Yesus mengungkapkan, “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Hal itu diungkapkan setelah Yesus menyampaikan ajaran tentang sang penabur yang menaburkan benih. Benih itu jatuh di beberapa tempat yang berbeda-beda: di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di tengah semak duri, dan di tanah yang baik atau subur.
Jika benih itu adalah firman Allah, tanah yang menerima benih itu adalah hati manusia. Hati seseorang digambarkan seperti tanah, tempat benih ditabur. Ini berarti bahwa berbagai macam tanah yang digambarkan di dalam perumpamaan ini merupakan gambaran dari berbagai macam sikap hati: hati yang yang lembek, hati yang keras, hati yang diliputi kekhawatiran, atau hati yang terbuka (rendah hati).
Hati yang terbuka atau rendah hati akan menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya firman Allah itu. Juga menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya persaudaraan, kebaikan dan sukacita.
Kerendahanhati adalah keutamaan dasar. Dalam bahasa Latin, rendah hati adalah humilis. Kata ini diturunkan dari kata “humus”, yakni lapisan tanah hitam yang amat subur. Semua benih bisa tumbuh kalau disebarkan di tanah humus. Bahkan bisa berlipat ganda.
“Ia berbuah, ada yang seratus, ada yang enam puluh, dan ada yang tiga puluh ganda”, tegas Tuhan Yesus. Maka, kerendahanhati adalah keutamaan dasar, di mana di atasnya keutamaan-keutamaan hidup yang lain bisa tumbuh subur.
Hari ini Gereja memperingati Santo Fransiskus de Sales (1567-1622), uskup dan penulis buku-buku rohani, sekaligus perintis pewartaan iman melalui media massa (Surat kabar/Majalah). Salah satu warisannya ialah pentingnya memanfaatkan surat khabar/majalah untuk menyebarkan ajaran iman, serta mewartakan Injil dan kebenaran.
Fransiskus de Sales adalah orang kudus yang merintis penggunaan surat kabar dalam pewartaan iman. Karena itu, pada tahun 1877 ia digelari sebagai Pujangga Gereja dan pelindung para penulis dan wartawan/Pers Katolik oleh Sri Paus Pius IX. Santo Fransiskus de Sales, Doakanlah para kuli tinta, kaum jurnalis, dan wartawan Katolik.
Pertanyaan refleksinya, Sudahkah Anda menggunakan media sosial (surat kabar, jurnal, facebook, Instagram, WhatsApp, Tiktok, Twitter dsb) untuk pewartaan Kabar Gembira? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli Semarang). # Y. Gunawan, Pr