Sosok Ibu yang Menep

Percik Firman: Sosok Ibu yang Menep
Sabtu, 20 Juni 2020
PW Hati Tersuci Santa Perawan Maria
Bacaan Injil: Luk 2: 41-51

“Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2:49)

Saudari/a ku ytk.,
Dalam salah satu kesempatan pertemuan para staf Seminari dengan para orangtua seminaris, ada orangtua yang bersharing mengenai kegiatan anaknya selama liburan. Anaknya jarang di rumah. Dia mencari anaknya. Anaknya itu selalu ditemukan di gereja dan pastoran.

Sampai sang bapak berkata, “Liburan kok kamu malah tidak di rumah tho, Le. Bapak kangen je. Setiap hari kamu kok malah di gereja”.

Anaknya menjawab, “Bapak tidak perlu mencari aku. Aku perlu membiasakan diri aktif dan dekat dengan gereja dan pastoran”. Mungkin si seminaris tersebut mau seperti Yesus saat umur 12 tahun kala itu…hehehe…

Dalam bacaan Injil pada Peringatan Wajib Hati Tersuci Santa Perawan Maria hari ini, kita diajak untuk belajar dan menimba inspirasi dari keluarga kudus Nazareth. Dikisahkan bagaimana Bapa Yusuf dan Bunda Maria merasa kehilangan Yesus seusai perayaan Paskah di Yerusalem. Sebagai keluarga yang beriman dan taat pada aturan agama, mereka setiap tahun pergi ke Yerusalem untuk beribadah.

Kala itu Yesus sudah berumur 12 tahun. Anak laki-laki yang berusia 12 tahun sudah boleh ikut berziarah, meskipun kewajiban ziarah baru dikenakan pada usia 13 tahun ketika mereka sudah dapat diresmikan sebagai bar-mitzwah (anak hukum: usia anak yang sudah wajib mengikuti hukum Taurat).

Keluarga Nazareth mempunyai relasi yang begitu erat dan intim dengan Allah. Keintiman relasi dengan Allah ini tampak dalam ketekunan dan kesetiaan mereka untuk menjalankan ziarah. Ada tradisi ziarah di kalangan Yahudi pada zaman Yesus.

Agama Yahudi mewajibkan laki-laki yang telah berusia dewasa untuk pergi berziarah ke Yerusalem: “Tiga kali setahun setiap orang laki-laki di antaramu harus menghadap hadirat TUHAN, Allahmu, ke tempat yang akan dipilih-Nya, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun” (Ul 16:16). Itu berarti mereka diwajibkan untuk berziarah ke Yerusalem pada Hari Raya Paskah, Pentakosta dan Pondok Daun.

Ternyata Yesus tertinggal di Yerusalem, tidak ikut rombongan pulang ke Nazareth. Ketika Yesus tertinggal di Bait Allah, Maria dan Yusuf tidak saling menyalahkan, tetapi bersama-sama mencarinya dengan sabar sampai tiga hari baru ketemu. Pencarian ini pasti melelahkan. Jarak Nazaret ke Yerusalem sekitar 137 km. Jika ditempuh dengan berjalan kaki biasanya butuh waktu 5 hari.

Dikatakan dalam Injil bahwa mereka butuh waktu 3 hari untuk tiba kembali di Yerusalem. Pasti perjalanan tersebut dilakukan dengan terburu-buru dan penuh kekhawatiran. Di Bait Yerusalem mereka menemukan Yesus yang sedang berada di antara alim ulama. Rupanya Yesus bukan hanya bertanya, tetapi juga berani menjawab jika para alim ulama menanyai Dia. Dikatakan bahwa semua orang di situ heran atas kecerdasan dan jawaban-jawaban-Nya.

Setelah menemukan Yesus, Yusuf dan Maria tidak marah. Bunda Maria dengan hati lembut seorang ibu, hanya bertanya, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihatlah, bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau”. Pertanyaan Maria yang sebagai ibu yang cemas (bahasa Yunani odunaomai: campuran antara sedih, gelisah amat sangat, menderita) merupakan reaksi normal seorang ibu yang ingin menunjukkan rasa sayangnya pada anak yang dikasihinya.

Bunda Maria memanggil Yesus dengan sebutan lembut “Nak” atau bahasa Yunani “teknon” (bdk. bahasa Jawa: Nggèr atau Anggèr). Ketika jawaban yang mereka dapatkan dari Yesus tidak mengenakkan, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Bunda Maria pun tidak marah.

Dikisahkan dalam Injil, “Maria menyimpan semua perkara dalam hatinya”. Di sinilah tampak keutamaan dan hati seorang Bunda Maria. Dia tidak emosional, tetapi tampak hatinya lemah lembut, sabar, menep dan gemati.

Sehari setelah merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, Gereja memperingati Hati Tersuci Santa Perawan Maria. Devosi kepada Hati Tersuci Santa Perawan Maria di dalam Gereja Katolik ini dimulai sejak tahun 1640 di Napoli, Italia.

Saat itu Santo Yohanes Eudes memulai sebuah gerakan devosional kepada Hati Tersuci Bunda Maria. Hal yang mendorongnya untuk mempopulerkan devosi ini adalah Magnificat yang diucapkan Bunda Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juru selamatku”. Bunda Maria juga menyimpan semua perkara di dalam hatinya.

Devosi ini semakin dikenal luas di dalam Gereja Katolik pada tahun 1805. Hingga tahun 1942, devosi ini tetap dikenal di dalam Gereja dan dirayakan setiap tanggal 22 Agustus. Pada masa kepemimpinan Paus Pius XII, yakni tahun 1944, beliau mempersembahkan pengudusan dunia kepada Hati Tersuci Santa Perawan Maria di kandung tanpa noda.

Sejak tahun 2000 kita merayakannya sehari setelah perayaan Hati Yesus yang Mahakudus. Merayakan Hati Tersuci Santa Perawan Maria membantu kita untuk memandang Maria dan belajar untuk memiliki hati yang suci dan murni.

Dari sikap Bunda Maria ini, kita belajar: selalu bersikap tenang (menep) dan bersukacita dalam situasi apapun, serta bertanggung jawab terhadap segala tugas yang dipercayakan kepada kita. Kalau Anda sudah menjadi ibu dan ayah, jadilah orangtua yang terbaik di dalam keluarga. Kalau Anda menjadi pastor dan biarawan/wati, jadilah pribadi yang terbaik di hadapan Tuhan dan sesama.

Pertanyaan refleksinya, bagaimana perasaan dan relasi Anda terhadap keluargamu akhir-akhir ini? Sudahkah Anda menjadi pribadi yang menep dalam menghadapi situasi yang ada? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan. Selamat berakhir pekan.

# Y. Gunawan, Pr

Similar Posts