Gaung Proklamasi di Bumi Mertoyudan
Layaknya sekolah pada umumnya, Seminari Menengah Mertoyudan juga menggelar upacara bendera pada Sabtu (17/8). Upacara digelar untuk mengenang kembali detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Bedanya, jika proklamasi di Jalan Pegangsaan mengambil waktu di jam 10.00 WIB, Seminari Menengah Mertoyudan menggelar upacara kala jarum menunjuk angka 07.00 WIB. Upacara dilaksanakan di lapangan bola Seminari Menengah Mertoyudan. Setiap tahun –selain masa pandemi– upacara 17-an di seminari selalu dilaksanakan secara akbar, entah dalam jumlah partisipan maupun ars celebrandi-nya.
Unsur akbar di upacara ini ditandai dengan seluruh warga komunitas besar seminari yang turut hadir, dari seminaris sampai karyawan. Di samping itu, upacara dilaksanakan dengan iringan fanfare dalam beberapa bagiannya. Fanfare berisikan anggota-anggota orkestra Seminari yang memegang alat musik jenis brass dan woodwind. Tak berhenti sampai di situ, nyanyian dalam upacara juga diiringi oleh Canis Choir.
Canis Choir membawakan lagu Andika Bhayangkari sebagai lagu nasional dan Gugur Bunga untuk mengheningkan cipta, keduanya diiringi fanfare. Selain mengiringi lagu-lagu, fanfare juga mengiringi tanda buka untuk kebesaran dalam tahapan protokol upacara. Umumnya, tanda ini digunakan saat komandan menginstruksikan untuk memberi hormat pada inspektur upacara.
Di samping musik, pasukan pengibar bendera (Paskibra) juga turut berpartisipasi aktif dalam upacara. Para paskibra menggunakan kostum khusus berupa pakaian serba putih, dari kemeja lengan panjang sampai celananya. Paskibra dibagi menjadi tiga pasukan, yakni pasukan pembuka, pengibar bendera, serta penutup. Persiapan paskibra untuk upacara 17-an ini dimulai dari bulan Juli 2024. Paskibra di seminari dilatih oleh Raden Benedictus Wahyu, yang kerap dipanggil Mas Wahyu.
“Bangga karena bisa merepresentasikan seminari dalam detik-detik pengibaran bendera merah putih (dan proklamasi),’ ucap Raynard, seminaris tahun ketiga yang tergabung dalam paskibra. Raynard tergabung di paskibra dalam pasukan pembuka untuk upacara 17-an pada tahun ini. Selain dilihat oleh warga komunitas, keseluruhan rangkaian upacara didokumentasikan oleh beberapa kamerawan dan drone yang dimiliki sekolah.
Inspektur upacara pada tahun ini diemban oleh Romo Istanto Pramuja, SJ selaku Romo Rektor Seminari Menengah Mertoyudan. Dalam amanatnya sebagai inspektur upacara, Romo Istanto menyinggung opini dari Kompas edisi 17 Agustus 2024. Opini tersebut bertajuk ‘Sudah Merdeka, Belum Sungguh Memerdekakan.’ Romo Tanto merumuskan beberapa poin untuk membantu pemahaman seminaris terkait isu-isu aktual di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah praktik nepotisme dan kesenjangan sosial yang cenderung menguntungkan kaum elitis. Romo Istanto berharap, para seminaris bisa menjadi pemuda penggerak bangsa di tengah isu-isu Indonesia saat ini.
Romo Istanto juga berbicara perihal mengharumkan nama bangsa dengan cara yang lebih kontekstual di masa kini. “Veddriq dan Rizky mengharumkan nama bangsa kita di Paris, ini menjadi dorongan buat kita.” Dorongan yang dimaksud Romo Istanto adalah dorongan untuk turut mengharumkan nama bangsa. Lanjutnya, tak harus lewat hal-hal yang megah macam Veddriq dan Rizky, ada cara yang lebih kontekstual dilakukan oleh seminaris. “Salah satunya adalah mengharumkan nama seminari dahulu, memajukan komunitas seminari ini,” tukasnya, Upacara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Frater Pius Andi Primanto atau Frater Andi. Frater Andi sendiri merupakan frater sub-pamong Medan Pratama di tahun ajaran 2024/2025. Setelahnya, seluruh anggota komunitas Seminari Menengah Mertoyudan berfoto bersama. Foto diambil dengan dua perangkat, kamera dan drone. Lalu masing-masing angkatan mengadakan sesi foto, bahkan beberapa kelas juga mengadakannya. Tak lupa para staf serta guru juga –jika dibahasakan lewat bahasa Gen Z– fotbar. Hal ini menjadi pertanda, kemerdekaan menyatukan bangsa, setiap kalangannya, tanpa terkecuali.
