Natal di Tengah Pandemi
Percik Firman: Natal di Tengah Pandemi
Jumat, 25 Desember 2020
Bacaan Injil: Luk 2:15-20
“Mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan” (Luk 2:16)
Saudari/a ku ytk.,
Selamat Natal! Sang Imanuel telah lahir ke dunia. Apa makna natal bagi Anda di tengah pandemi Covid-19 saat ini? Pada perayaan Natal tahun 2020 saat ini, kita semua diajak untuk merenungkan tema: ”Mereka akan Menamakan-Nya Imanuel”.
Dalam pesan Natal bersama 2020, Para Bapak Uskup mengingatkan kita bahwa pengalaman akan kehadiran Allah juga meneguhkan kita untuk bersaksi tentang belas kasihan dan kemurahan Allah di tengah pandemi Covid-19, dengan cara bermurah hati dan saling bertolong-tolongan menanggung beban sesama kita.
Kita melakukan semua itu sambil membangun kerjasama dengan pemerintah dan semua pihak yang bekerja keras untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 guna menghadirkan kebaikan bagi negeri ini. Kita yakin bahwa dalam segala tantangan dan kesulitan hidup, Allah tetap beserta kita. la membawa terang di tengah kegelapan; memberi harapan di tengah keputus-asaan.
Kristus Sang Imanuel memberikan pengharapan kepada setiap orang. Orang Jawa : Yesus itu Sang Timur. Dengan merayakan Natal, kelahiran Yesus Sang Timur, kita merayakan keselamatan kita dari kegelapan dan dosa.
Bayi di palungan adalah senyum Allah kepada kita, pengharapan bagi dunia, suatu tanda bahwa Allah beserta kita. Kita pantas bersyukur, karena Tuhan selalu hadir, menyertai dan dekat dengan kita.
Ada tiga data penting dari kisah mengenai kelahiran Yesus. Pertama, berdasarkan pemberitaan malaikat kepada para gembala (Luk 2:10-12) yang kemudian disampaikan juga oleh para gembala kepada Maria dan Yusuf (Luk 2:17), Sang Bayi itu adalah Juruselamat atau Penyelamat dunia.
Kedua, Sang Bayi Penyelamat dunia itu dilahirkan di kota Daud, yakni Betlehem (Luk 2:4). Dan ketiga, setelah dilahirkan, Sang Bayi itu dibaringkan di palungan (Luk 2:6.12.16).
Apa makna ketiga data tersebut? Yang pertama jelas berbicara mengenai pokok iman kita bahwa Yesus Kristus adalah penyelamat kita. Dialah Sang Firman yang telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.
Kita diselamatkan oleh Allah. Hal ini terjadi bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmat-Nya. Keselamatan bukanlah upah tetapi anugerah. Anugerah keselamatan itu dilimpahkan kepada kita melalui Yesus Kristus yang kita imani melalui pembaptisan. Dialah yang diutus oleh Allah untuk menyelamatkan kita.
Yesus Kristus menyelamatkan kita dengan mengorbankan diri-Nya di kayu salib. Inilah yang setiap saat selalu kita kenangkan dalam Perayaan Ekaristi. Sebab, “Setiap kali kita makan roti ini dan minum dari piala ini, kita menyatakan iman kita.” (Anamnesis 4). Nah, dalam Perayaan Ekaristi itulah kita makan Tubuh Kristus, yakni rezeki surgawi yang menjadi jaminan keselamatan kita.
Lalu, apa hubungannya dengan kisah kelahiran Yesus di Betlehem (data kedua) dan palungan tempat Ia dibaringkan (data ketiga)? Kata “Betlehem” yang bahasa Ibraninya adalah Bet léḥem berarti “Rumah Roti”. Maka, kalau Yesus dilahirkan di Betlehem, yang berarti Rumah Roti, hal ini berkaitan dengan pribadi Yesus sebagai Roti Hidup (Yoh 6:25-59).
Yesus, Sang Roti Hidup itu, setelah dilahirkan di Rumah Roti (Betlehem) kemudian dibaringkan di atas palungan, yaitu tempat yang biasa dipakai untuk meletakkan makanan ternak. Maka, kalau Yesus dibaringkan di palungan, seolah-olah Ia dijadikan sebagai makanan ternak.
Ya memang, begitulah yang terjadi: Yesus menjadikan diri-Nya sebagai Roti Hidup untuk menjadi santapan bagi kita, domba-domba-Nya. Inilah yang kita rayakan dalam setiap Ekaristi, di mana Yesus menjadi Roti Hidup dan kemudian kita santap dalam komuni suci.
Di sini kita menemukan padanan yang indah: Betlehem yang berarti Rumah Roti sepadan dengan Perayaan Ekaristi, dan palungan tempat Yesus dibaringkan sepadan dengan altar di mana Roti Hidup disajikan. Dengan demikian, ajakan untuk pergi ke Betlehem merupakan ajakan untuk merayakan Ekaristi dengan lebih tekun dan setia. Sebab, dalam setiap Ekaristi itulah, Yesus hadir dan menyerahkan diri-Nya sebagai Roti Hidup untuk menjadi santapan bagi kita.
Warta sukacita Natal mengajak kita untuk berani merayakan Ekaristi di tengah pandemi Covid-19 ini. Jika Anda sehat dan memenuhi syarat datang misa ke gereja, kenapa ogah dan enggan misa di gereja. Jangan asyik dengan misa online yaaa, gaes… Dalam Ekaristi itulah kita akan berjumpa dengan Yesus, Sang Roti hidup yang menjadi santapan bagi kita. Kita bisa menyantap Tubuh Kristus secara langsung.
Di akhir Percik Firman di Hari Raya Natal ini, saya ingin mengutip kata-kata indah Ibu Teresa dari Kalkuta-India, “Setiap kali kita tersenyum kepada seseorang dan berbaik hati kepadanya, kita merayakan Natal. Setiap kali kita memberikan pengharapan kepada seseorang yang putus asa, kita merayakan Natal. Setiap kali kita memberikan kesempatan Yesus lahir kembali dengan membahagiakan orang lain, kita merayakan Natal.”
Semoga damai Natal sungguh merasuk-menancap dalam hati kita, dan pada gilirannya kita sungguh-sungguh meyakini bahwa Tuhan Yesus adalah Sang Imanuel, Allah beserta kita.
Dengan harapan itu, marilah kita ”Nandur gedhang neng pinggir kali, pejah gesang ndherek Gusti”. Selamat Natal! Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.
# Y. Gunawan, Pr