Kedalaman Intelektual dalam Proses Formasi di dunia Digital (Lectio Brevis Rektor, 2019)

Fokus formasi dalam  tiga tahunan mengikuti tiga pilar Sanctitas, Scientia dan Sanitas menempatkan kita pada tahun ajaran ini 2019/2020 untuk menfokuskan diri pada Scientia. Usaha membentuk seminaris untuk mampu berpikir logis, kritis, kreatif, analitis dan sintetis berhadapan dengan kemajuan jaman. Dunia digital beserta kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (Information and Communication Technology – ICT) memberi tantangan yang mengemuka oleh karena akses informasi yang demikian mudah, cepat dan banyak yang sejatinya tidak semua bermutu dan kita butuhkan. Lebih daripada itu adalah jelas bahwa yang dikedapan oleh dunia digital dengan kemajuan ICT itu bukan hanya sebuah alat dan sarana tetapi juga paham manusia dengan kepentingan-kepentingannya serta impian-impiannya. Tanpa mengurangi apresiasi terhadap hal-hal positif ICT kita menyadari terjadinya pelemahan daya tahan dan ketekunan, fokus dan perhatian serta komitmen untuk studi. Padahal dalam sejarah sudah teruji dan terbukti benar bahwa hal-hal tersebut merupakan keutamaan yang dibutuhkan dalam suatu peziarahan akademis dari orang yang studi. Memandang dunia digital sebagai konteks formasi dan selanjutnya ke sana pula kita dipanggil dalam tugas imami, tiga pilar proses formasi Sanctitas, Scientia dan Sanitas terasa semakin relevan dan memantapkan penegasan muara formasi di dunia digital yaitu terbentuk pribadi-pribadi yang ditandai oleh kedalaman spiritual (spiritual depth) dan kedalaman  intelektual (intellectual depth) yang menyatu dengan kematangan pribadi serta persaudaraan yang sehat dan kokoh. Pada akhirnya kedalaman spiritual adalah kesediaan untuk membuka diri terhadap karya pembaharuan diri oleh rahmat Allah, sementara kedalaman intelektual dimengerti sebagai kesediaan untuk dengan kekuatan akal budi menembus fakta dengan superfisialitas. Keterkaitannya antara keduanya adalah bahwa tidak ada kedalamam spiritual tanpa kedalaman intelektual apalagi mengingat spiritualitas yang benar menyentuh persoalan-persoalan hidup manusia di dunia nyata. Kedalaman intelektual membuat kita sanggup untuk terus mencari dan menemukan solusi-solusi segar, relevan dan efektif terhadap persoalan bersama.

Proses formasi di dunia digital dengan tiga pilar formasi Seminari Sanctitas, Scientia dan Sanitas mengarahkan kita untuk menjadi unggul dalam keutamaan dan ilmu. Keunggulan ini  mendukung dan didukung oleh persahabatan di dalamnya setiap seminaris maju di jalan pangilan serta menyiapkan diri merasul di jaman sekarang. Dalam hidup rohani secara konkret seminaris memiliki kebiasaan berdoa, berefleksi, bacaan rohani, bimbingan rohani dan ekaristi sebagai indikator kecintaan dan kemantapan panggilan. Dalam kesehatan yang utuh seminaris dibentuk untuk memiliki kemampuan berelasi sosial dengan kematangan kepribadiannya, afeksi, emosi serta dinamika psikoseksual. Seminaris memiliki kebiasaan berdisiplin diri menjaga kesehatan. Dalam kehidupan intelektual pilar Scientia menggerakkan seminaris untuk memiliki kebiasaan belajar dengan ketekunan, daya tahan serta kemampuan eksplorasi kapasitas intelektualnya melalui habitus membaca dan mengartikulasikan gagasan-gagasan.

MEMBANGUN HABITUS MEMBACA

Faham tentang manusia menurut tradisi Kristiani memandang kapasitas intelektual sebagai anugerah khas manusia dalam keterciptaannya untuk memuji, menghormati, mencintai dan mengabdi Tuhan. Karena itu mengekplorasi kapasitas intelektual untuk studi serius tidak kalah bernilai dibandingkan merawat dan mengembangkan kerinduan batin untuk mengadakan aktivitas rohani. Secara konkret ekplorasi kapasitas intelektual sebagai wujud syukurmya atas anugerah Allah ini dinyatakan dengan membangun habitus membaca yang didukung oleh disiplin diri, disiplin waktu dalam perspektif menjadi unggul dalam ilmu dan keutamaan untuk menyiapkan diri menjadi imam masa depan. Tradisi menyusun karya tulis yang pada tahun lalu (2018/2019) dicoba dipresentasikan dan dijadikan bahan diskusi bersama, serta program wisata buku dan book report para guru mesti kita apresiasi dan kembangkan sebagai usaha berharga membangun habitus membaca. Memaknai usaha ini di tengah kuatnya globalisasi kedangkalan meyakinkan kita bahwa usaha membangun habitus membaca merupakan pilihan cerdas dan strategis untuk dalam hidup ini memeluk dunia digital dengan menawarkan kedalaman tanpa terperangkap oleh buaian paham kecepatan dan berlimpahnya informasi  sebagai nilai tinggi.

Membaca memang bukan segala-galanya, tetapi bila kita mengibaratkan hidup ini terbang menjelajah segala kawasan, membaca itu sayap. Membaca sebagai sayap untuk terbang ini menyatu utuh dengan tiga unsur penting yang selalu diusahakan di formasi Seminari ini, yaitu preparasi, dalam arti semua dipersiapkan secara masak-masak; kebiasaan merawat, artinya kita menghargai anugerah dan fasilitas hidu sehingga kita tidak boros dan ini merupakan semangat untuk menentang budaya sekali pakai dan leleh luweh atau abai; dan yang ketiga tuntas sebagai subuah keutamaan yang menjadi kriteria terakhir untuk menguji kesungguhan orang berkomitmen dan bertindak. Habitus membaca dalam jalinan tiga keutamaan tersebut memperkokoh proses menuju kedalaman intelektual yang akan memperkaya dan menyempurnaan kebiasaan refleksi sebagai mata ajar penting dalam hidup sehari-hari di Seminari. Dalam konteks pengaruh negatif dunia digital yang melemahkan imaginasi, membaca ibarat mengisi bahan bahan bakar imaginasi. Buku-buku dan tulisanyang kita baca mengarahkan dan memperkuat daya-daya imaginatif yang entah seberapa telah dimiskinkan oleh sajian-sajian dan produk-produk yang siap. Lebih jauh daripada itu, budaya kehidupan ini menjadi terus hidup ketika dirawat dengan membaca. Dalam pikiran dan hati orang-orang yang membaca wawasan dan literasi selalu hidup dan tumbuh. Dalam hal ini kita bisa belajar dari pengalaman para kudus tentang pedagogi bacaan rohani, yang artinya dengan membaca orang terkena sentuhan inspiratif untuk memperbarui hidup. St. Agustinus terinspirasi oleh Riwayat Hidup St Antonius Abas yang ditulis oleh St. Athanasius, St. Teresa Avila terinspirasi oleh buku Confessiones St. Agustinus, dan pertobatan St. Ignatius Loyola berawal dari membaca buku Flos Sanctorum serta Vita Christi.  

KEDALAMAN INTELEKTUAL

Kedalaman intelektual yang akan dilatih dengan memberi perhatian pada habitus membaca bisa diintegrasikan dengan aktivitas dua tahunan Seminari, yaitu Malam Kreativitas. Kegiatan milik Seminari ini bisa dijadikan kesempatan untuk memacu kebiasaan membaca dan selanjutnya menuangkan serapan dan tanggapan kritis bacaan dalam pelbagai aktivitas Malam Kreativitas. Dalam perspektif ke depan yang dimulai saat ini, kedalaman intelektual bisa ditawarkan sebagai pesan dan nilai berharga ketika orang di dunia digital berpegang pada nilai andalannya seperti kecepatan dan kebaruan yang sering kali mengabaikan kualitas proses. Seorang jesuit, Adolfo Nicolás S. J. ketika menunjukkan relevansi memajukan kedalaman berpikir dan berimaginasi menempatkan kedalaman intelektual sebagai kesungguhan menghadapi dampak negatif dari globalisasi kedangkalan. Menurut jesuit ini, globalisasi kedangkalan mendukung dan didukung oleh budaya instan yang hadir dengan wajah positif kecepatan sebagai keutamaan masa kini (Adolfo Nicolás, S. J., “Profundidad, Universalidad y Ministerio Intelectual. Retos para la Educación Superior Jesuita Hoy”,  Ciudad de Méjico, 23 abril 2010).

Amatan Nicolás tentang globalisasi kedangkalan ini menyertakan acuan tentang betapa mudah dan cepat serta praktis, bahkan tanpa usaha, orang di  jaman ini mengakses informasi. Selanjutnya orang juga bisa demikian langsung dan tanpa berpikir menyampaikan tanggapan-tanggapannya sehingga justru pemikiran serius dan kritis yang membutuhkan waktu dan tidak instan sering kali dikalahkan. Hasilnya adalah globalisasi kedangkalan berpikir, visi, mimpi, relasi-relasi serta keyakinan-keyakinan. Dampak buruk dari hal-hal tersebut hanya bisa dihadapi dengan pendekatan sebaliknya, yaitu analisis mendalam, refleksi serta diskresi yang membutuhkan waktu dan memasukkan orang ke jalan sunyi hidup tersembunyi.

Tentu saja tidak banyak manfaatnya mengeluh dan menyalahkan situasi. Yang diperlukan adalah dengan kapasitas intelektual memahami secara mendalam dunia batin yang diperumit oleh globalisasi kedangkalan supaya kita bisa memberikan tanggapan secara benar dan meyakinkan serta mengurangi dampak negatif dari kedangkalan itu bagi peziarahan hidup baik pribadi maupun bersama. Adolfo Nicolás selanjutnya menunjukkan bahwa dunia dengan globalizasi kedangkalan berpikir adalah suatu kekuasaan yang meraja tanpa perlawanan dari fundamentalisme, fanatisme, ideologi serta penyimpangan-penyimpangan berpikir yang menyebabkan penderitaan banyak orang. Kedangkalan itu sama dengan persepsi terbatas dan tanpa dasar tentang realitas yang menjadikan kita tidak mungkin merasakan bela rasa atas penderitaan orang lain, menjadikan orang memiliki kepuasan langsung atas keinginan-keinginannya atau lemah dalam komitmen batin menyangkut persoalan-persolan hidup yang dihadapi. Muara dari semua itu adalah komitmen untuk melibatkan diri dalam persoalan dunia ini. Yang buruk dari  semua itu adalah terjadilah proses perendahan martabat manusia atau dehumanisasi secara gradual dan tanpa kelihatan tetapi sangat nyata.

Marilah kita mensyukuri anugerah tahun ajaran ini dengan membuka diri terhadap rahmat Tuhan serta memohon supaya kita diberi rahmat kerendahan hati dan ketekunan untuk menggunakan daya-daya jiwa kita dalam usaha membangun habitus membaca yang didukung oleh disiplin diri di segala lini aktifitas Seminari serta semangat mengerjakan tugas-tugas akademis dan tugas-tugas lain secara tuntas dan tidak mediocre atau setengah-setengah.

Semoga Tuhan berkenan memberkati setiap usaha dan niat baik kita. Kita arahkan semuanya untuk tujuan itu. In finem omnia!

Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan

5 Juni 2019

L. A. Sardi S. J.
(Rektor)

Similar Posts