It Takes a Village to Make a Good Seminarian

Para Orangtua dan para pemerhati seminaris yang terkasih,

Sebagai orang yang tidak pernah mengalami hidup di seminari menengah dan baru beberapa minggu menjabat Rektor Seminari Menengah Mertoyudan, saya merasa tersentuh dan kagum akan iman Bapak dan Ibu sekalian yang merelakan anak-anaknya yang masih begitu muda untuk menapaki panggilan religius mereka. Tanpa iman dan kerelaan Anda, tak mungkin mereka hadir di seminari ini. Perkenankan saya menyampaikan beberapa hal.

Pertama, saya sungguh kagum dan menghargai kemurahan hati Anda untuk merelakan putra-putranya memulai menapaki jalan panggilannya. Mereka pastilah harta yang sangat berharga bagi Anda namun Anda rela (atau setengah rela) melepas mereka untuk memulai pejiarahan panggilannya. Menapaki panggilan imamat/hidup bakti tak selamanya mudah, baik bagi para putra maupun bagi Anda sendiri. Terutama bagi para ibu, melepas anak untuk tinggal di tempat berjauhan pasti sulit, bahkan mungkin menyakitkan untuk menahan kerinduan. Juga bagi putra Anda, berada jauh dari keluarga untuk pertama kalinya pasti tak mudah. Tetapi pertumbuhan dan kedewasaan membutuhkan jarak dan waktu. Semoga pengalaman merelakan anak menapaki panggilan ini menjadi momen pendewasaan iman baik bagi para putra maupun Anda.

Kedua, Anda adalah formator utama yang paling menentukan pembentukan iman dan kepribadian para seminaris. Jika diibaratkan rumah, Andalah yang membangun bentuk dasar rumah itu. Kami, para staf, hanya memoles dan menyempurnakan rumah itu. Maka, agar rumah itu menjadi rumah yang indah dan nyaman ditempati, para orangtua dan pihak seminari perlu menjalin kerjasama yang baik. Tentu dari pihak seminari, kami terus berjuang dengan segala keterbatasan kami untuk melaksanakan pembinaan dan pendampingan yang terbaik. Perlu dicatat dan disadari bersama bahwa seminari bukan rumah rehabilitasi, artinya bagi seminaris yang memiliki kerapuhan yang akan menghambat hidup imamat/religiusnya dengan terpaksa dan berat hati harus mundur dari proses pembinaan. Seminari ini tidak punya kapasitas untuk menyembuhkan mereka yang memiliki luka batin dan beban psikoseksual yang berat. Membentuk seorang imam dan religius yang baik tidak semudah membalik telapak tangan. Ada kriteria-kriteria obyektif dari Gereja yang harus dipenuhi. Niat dan keinginan baik saja tak cukup. Maka sekali lagi seminari bukan rumah rehabilitasi tetapi rumah diskresi, artinya tempat di mana putra-putra Anda mencari dan menegaskan kesejatian panggilannya.

Untuk itu dari Anda kami meminta agar Anda memberi ruang pertumbuhan bagi mereka dan sekaligus memupuk kemerdekaan batin. Maksudnya, kita harus sadar sepenuhnya bahwa tokoh utama dalam proses mencari kesejatian panggilan ini adalah putra-putra Anda dan Yesus Kristus yang memanggil mereka. Para Pembina dan Bapak Ibu hanya berperan sebagai fasilitator yang tugasnya seharusnya memperlancar proses penegasan ini. Maka sebagai fasilitator yang baik, Anda perlu membantu pihak seminari dengan mematuhi peraturan-peraturan yang kami gariskan. Peraturan tersebut terbentuk lewat proses dan tradisi panjang. Sepengetahuan kami peraturan itu baik, perlu dan menolong untuk proses pembinaan di seminari. Selain itu, perlu kami tegaskan lagi bahwa Anda perlu membangun sikap kebebasan batin, artinya harus selalu siap jika ternyata anaknya menemukan bahwa hidup imamat/religius itu bukan untuknya. Anda boleh berharap dan mendoakan tetapi panggilan itu bagaimanapun tetap misteri iman!

Akhirnya, saya bersyukur dan berterima kasih atas kemurahan hati banyak pihak yang terlibat dalam proses pembinaan di seminari ini. Kami banyak menerima bantuan material, finansial maupun spiritual dari pelbagai pihak: para pastor paroki, guru, alumni, donatur. Juga tak lupa kami bersyukur atas personil imam, frater, bruder dan suster formator serta staf yang diberikan oleh Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Agung Jakarta serta tarekat MSF, SJ dan CB. Tak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan doa dan material dari para Trapis baik di Rawaseneng maupun Gedono. It takes a village to make a good seminarian!

Seminari Menengah Mertoyudan, 7 September 2020

Budi Gomulia, S.J. * Setelah selesai studi di UGM, saya bekerja beberapa tahun dan pada usia 29 tahun bergabung dengan Novisiat Serikat Yesus di Girisonta. Romo Provinsial SJ, atas persetujuan Uskup KAS, menunjuk saya sebagai Rektor Seminari Menengah Mertoyudan per 1 Agustus 2020.

Similar Posts