Ketekunan Berdoa
Percik Firman : Ketekunan Berdoa
Rabu, 4 Agustus 2021
PW Santo Yohanes Maria Vianey
Bacaan Injil: Mat 15: 21-28
Sdri/a ku ytk.,
”Tuhan, tolonglah aku”. Itulah kalimat yang diucapkan seorang wanita Kanaan yang anak perempuannya kerasukan setan dan menderita. Wanita Kanaan itu memberikan kita teladan untuk tekun berdoa dan datang mohon pertolongan Tuhan. Ungkapan hati yang sederhana itu menunjukkan kerendahanhatinya dan keyakinannnya akan pertolongan Tuhan bagi hidupnya.
Ketekunan memohon kepada Tuhan Yesus tampak nyata dalam bacaan Injil hari ini. Wanita itu tidak menyerah. Sebagai wanita kafir dari Kanaan, dia direndahkan dan di hina, tetapi ia beriman sejati. Dia punya ketangguhan yang luar biasa demi kesembuhan anaknya.
Si ibu itu semakin dihina, ia justru semakin merendah di hadapan Tuhan. Dia kembali memohon belas kasih Tuhan. Dia rela di-anjing-anjing-kan demi cintanya dan kesembuhan buah hatinya. Ia tidak marah, tidak tersinggung, dan tidak sakit hati. Ia menerima dengan hati yang tabah dan kuat. Akhirnya, Tuhan Yesus memuji ketangguhan dan menyembuhkan anaknya.
Ketekunan untuk berdoa dan memohon pertolongan Tuhan juga diteladankan Santo Yohanes Maria Vianey yang diperingati hari ini tanggal 4 Agustus. Dia pernah menasihati “Segala masalah kita akan mencair di hadapan doa yang tekun, laksana salju di hadapan matahari”.
Doa menjadi kekuatan orang beriman. Mengapa? Karena di dalam doa, menurut Santo Yohanes Maria Vianey, kita yang adalah pengemis dapat meminta segala sesuatu kepada Allah. Kita percaya, bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan jika kita memintanya dengan iman yang hidup dan hati yang suci.
Santo Yohanes Maria Vianey (1786-1859) adalah pelindung para imam paroki dan semua imam seluruh dunia. Saya bersyukur diberi kesempatan ziarah ke makam Santo Yohanes Maria Vianey di Ars setelah selesai studi di Roma. Sebelum pulang ke tanah air, saya ziarah ke sana bersama Rama Palma dan Rama Agus Widodo. Waktu itu kami bertiga merayakan Ekaristi di depan makam beliau.
Dia lahir pada tanggal 8 Mei 1786 di desa Dardilly, Lyon-Prancis. Ayahnya, Mateus Vianney, seorang petani miskin. Ibunya seorang yang taat beragama. Masyarakat setempat kagum dan suka pada mereka karena cara hidup mereka yang benar-benar mencerminkan kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil, Vianey sudah terbiasa dengan kerja keras dan tekun berdoa berkat teladan orangtuanya.
Saat dia mau ditahbiskan menjadi imam, Bapa Uskupnya berkata, ”Gereja tidak hanya membutuhkan imam-imam yang terpelajar, tetapi, terlebih lagi, imam-imam yang saleh”. Setelah tahbisan imam, dia diutus oleh Bapak Uskupnya untuk berkarya di sebuah paroki kecil dan terpencil di Ars, Perancis.
Pada waktu itu ada ungkapan yang menarik dari Rama Vianey atas perutusannya ini, ” “Di tempat ini saya tidak dapat melihat sesuatu yang baik, tetapi Bapak Uskup dapat melihat kehendak Tuhan di tempat ini”. Dia hanya taat pada perintah Uskupnya. Ketaatannya ternyata berbuah manis bagi Gereja.
Kalau para misionaris biasanya diutus ke berbagai tempat untuk mewartakan Injil dan mempertobatkan banyak orang. Tetapi Rama Vianey mengalami yang sebaliknya. Dia tidak pergi ke mana-mana. Selama 41 tahun dia berkarya di Paroki Ars. Justru banyak orang yang berdatangan kepadanya di Paroki Ars untuk mengaku dosa dan bertobat.
Selain itu, mereka datang ke Ars untuk merayakan Ekaristi dan mendengarkan homili pastor desa yang saleh itu. Homilinya tajam, keras dan mengena, sehingga menggetarkan hati umat terutama para pendosa.
Dia wafat tanggal 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925, ia dinyatakan sebagai ‘santo’ oleh Paus Pius XI dan diangkat sebagai pelindung surgawi bagi para pastor paroki. Pada tahun 2009 dia ditetapkan sebagai pelindung semua imam di seluruh dunia.
Pertanyaan refleksinya, bagaimana kehidupan doa Anda akhir-akhir ini? Seberapa tekun Anda memohon kepada Tuhan? Berkah Dalem dan Salam Teplok dari MeSRA (Mertoyudan Spiritual Rest Area). # Y. Gunawan, Pr.