Menciptakan Ekosistem Pendidikan Yang Sehat

Mengawali Tahun Ajaran 2023/2024, Lectio Brevis ini ingin mengajak semua untuk memberi perhatian pada masalah kesehatan yang holistik demi mendukung cita-cita pendidikan di Seminari Menengah St. Petrus Canisius kita, yakni mendidik calon gembala Gereja yang mencintai Tuhan, terbuka pada pengembangan diri dalam hal pengetahuan dan semangat pelayanani . Cita-cita diharapkan mampu membentuk profil lulusan yang berintegritas dengan 3S (Sanctitas, Sanitas, Scientia).

Sedikit catatan awal tentang motto kita (3S) ini. Kita perlu memahaminya sebagai dimensi pengembangan pribadi yang holistik dan bukan hal yang terpisah satu sama lain, melainkan sebagai yang saling mempengaruhi.  Untuk mengangkatnya dalam kesadaran kita, perlulah terus diupayakan penanaman nilai-nilai dasarnya yakni kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab serta, perlu ditambahkan nilai pelayanan. Inilah “core values” dalam seluruh proses pendidikan kita yang harus ditanamkan pada setiap seminaris. Inilah “core values” yang kalau dihayati menjadi penanda karakter kepribadian dari profil diri seorang seminaris.  Motto 3S lalu tidak hanya tinggal sebagai slogan, tetapi harus mewujud nyata dalam karakter dengan “core values” tersebut. Setiap seminaris lalu bisa dengan bangga bila telah menandai dirinya dengan orientasi nilai pengembangan diri tersebut. Bila ditanya oleh orang di luar Seminari, “Apa sih ciri karakter seorang lulusan Seminari Menengah St. Petrus Canisius, Mertoyudan?” ,  kita bisa dengan bangga menunjukkan komitmen pada 4 nilai dasar tersebut.  Lalu, karakter tersebut akan melekat pada diri setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan di Seminari Mertoyudan. Bila seorang seminaris pandai secara akademis dan memiliki  komitmen pada “core values” tersebut,  ia boleh bangga sebagai seorang  seminaris dan lulusan Seminari Menengah St. Petrus Canisius. 

Tahun  “Sanitas

Pada tahun ini, kita ingin mengambil dimensi “Sanitas” sebagai simpul integratif dalam seluruh proses pembinaan kita. Apa maksudnya? Pertama, kita tempatkan perkara kesehatan sebagai keprihatinan bersama dalam rangka membantu pengembangan diri yang integral. Kesehatan bukan hanya masalah kesehatan tubuh, tetapi juga kesehatan mental dan rohani kita. Ada pepatah Latin, “Mens sana in corpore sano”. Pepatah ini biasa diartikan secara harafiah, “jiwa yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat”. Namun, saya ingin mengajak untuk memahaminya secara lebih luas. Sebagaimana banyak yang telah mengatakan bahwa kondisi pikiran mempengaruhi kesehatan tubuh seseorang. Memang tepat sekali. Tubuh tidak akan sehat seandainya pikiran kita menolak untuk sehat. Orang sakit agar sehat pun, bila tidak percaya pada obatnya pasti tidak akan tergerak juga untuk meminumnya. Bila tidak, mungkin masih tahap coba-coba. Baru setelah terbukti menjadi sehat, barulah percaya bahwa obat itu mujarab. Namun, meskipun coba-coba minum obat yang belum diyakini, ia sudah memiliki harapan terhadap obatnya. Tanpa harapan, mungkin orang akan menolak sama sekali segala macam obat. Maka, untuk menjaga tubuh sehat, kita perlu juga menjaga dan mengembangkan pikiran (jiwa, psyche) sehat. 

Situasi pasca pandemi, menurut WHOii , kita sedang memasuki bentuk pandemi baru yakni pandemi mental. Jumlah orang yang mengalami depresi di dunia telah mencapai 300 juta jiwa, dan yang mengalami kecemasan 200 juta jiwa. Kecemasan telah menduduki rangking ke-4 sebagai faktor penyebab kematian di dunia. Di Indonesia sendiri, menurut penelitian tahun 2021 dari I-NAMHS (Indonesian National Adolescence Mental Health) satu dari tiga remaja  atau sekitar 15,5 juta mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir iniiii . Dan jumlah itu rata-rata dialami oleh orang dalam usia 10-17 tahuniv .  Kita perlu mewaspadai gejala-gejala orang muda yang mudah merasa depresi dan stress karena berbagai tantangan yang dihadapi. Ini akibat situasi selama pandemi yang membuat banyak orang muda tidak mengalami relasi sosial yang terbuka, dan lagi pula, setelah pasca pandemi situasi sosial ekonomi belum pulih.  Sejauh mana kondisi ini menimpa para siswa seminaris kita? Itulah yang perlu menjadi kewaspadaan kita bersama. Jangan sampai kondisi pandemi mental menghambat proses pembinaan di Seminari ini.

Pikiran Sehat

Melatih berpikir sehat perlu dimulai dengan refleksi. Refleksi mengajak orang untuk mengenali kenyataan atau fakta, lalu menarik hubungan-hubungan yang rasional. Refleksi melatih orang untuk menangkap kenyataan dan bertindak secara sederhana dan langkah nyata di dalamnya. Kesederhanaan itu senyata dengan kenyataan itu sendiri. Maka, bila orang mau membangun pikiran yang sehat, perlu menjadi jujur terhadap kenyataan dirinya dan sekitarnya. Berpikir dengan jujur membuka pada horizon misteri hidup yang lebih luas daripada dirinya sendiri. Dari relasi sebab akibat dalam kenyataan, dalam refleksi orang dibawa pada kesadaran akan nilai-nilai. Rasa kagum menyadari diri sebagai bagian dari kenyataan membuka kemungkinan untuk mengagumi ciptaan yang lain, juga membangkitkan rasa ingin tahu yang besar untuk mengerti akan banyak hal. Dengan begitu, keinginan untuk maju menambah pengetahuan mendapat motivasinya yang kuat.

Emosi Sehat

Dalam teori neurosciencev, otak manusia memiliki tiga bagian besar yakni cerebrum, cerebellum, brain stem. Emosi digerakkan oleh otak yang arkaik (brain stem atau reptilian brain). Emosi perlu dikontrol agar tidak menjadi energi yang merusak diri dan orang lain. Namun emosi perlu diarahkan pada pengembangan diri. Maka, latihan disiplin merupakan latihan untuk mengontrol emosi dan kecenderungan instinctual yang spontan, serta untuk menyeimbangkan dalam diri seseorang. Pribadi yang berbelas kasih dan bersemangat pelayanan menjadi ideal gembala Gereja masa kini dan masa depan. Oleh karena itu, menyadari pentingnya latihan disiplin untuk membangun keseimbangan potensi diri menjadi penting. Seminari St. Petrus Canisius tidak ingin hanya mendidik seminaris untuk menjadi cerdas, tetapi juga mendidik seminaris yang mengembangkan aspek belas kasih dan semangat pelayanan.

Jiwa Sehat

Jiwa yang sehat menumbuhkan kehidupan rohani yang seimbang dan berbuah kebaikan. Paus Fransiskus mengingatkan tiga penghalang untuk mengembangkan hidup dalam tuntunan Roh Allah, yakni narcisismo, vittimismo, dan pessimismo.vi   Untuk mengembangkan hidup rohani yang sehat, kita perlu terus menerus terbuka pada tuntunan Roh yang bersumber dari Sabda Tuhan, Kitab Suci. Untuk terbuka pada Sabda Tuhan, kita perlu menyadari kecenderungan kita yang berpusat pada diri sendiri apalagi memujanya. Kecenderungan narsis yang memuja diri sendiri perlu diobati dengan berorientasi pada kebaikan bersama. Kebanggaan karena prestasi perlu diimbangi oleh kebanggaan berguna bagi yang lain. Sebaliknya, kecenderungan memandang diri “korban” yang bersumber dari rasa rendah diri, perlu dihadapi dengan peningkatan semangat berani untuk berjuang dan melayani yang lain. Kecenderungan menjadi pesimis akan masa depan atau memandang negatif akan kemampuan diri, perlu dihadapi dengan sikap terbuka untuk melihat apa yang sudah baik dan mau belajar dari kegagalan agar bisa terus maju. Mengikuti jalan Kristus itu berarti berani berjuang untuk bangkit dari sakit dan tekun dalam perjuangan untuk menjadi lebih baik. Jiwa yang sehat itu jiwa yang terbuka untuk menjadi pribadi mau berjuang untuk mencapai kebaikan yang semakin besar. Itulah semangat yang disebut “magis” (semangat untuk maju) dan memiliki “perseverantia” (tekun berjuang). Berjiwa besar dan berani berjuang itulah cita-cita profil lulusan yang bermotto 3S. Sebaliknya, jangan biarkan kita jatuh pada kondisi “jiwa yang picik” yang mudah menyerah pada keadaan.

Relasi Yang Sehat

Kesehatan mental dan pergaulan dalam Seminari perlu mulai dibangun sedini mungkin. Pengenalan akan seksualitas bagi seminaris sudah dimulai dengan berbagai program berjenjang, dan itu masih perlu dilanjutkan dalam pembinaan habitus dalam pergaulan. Buku Kecil tentang Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran Seksual yang telah disusun oleh staf formator bersama para seminaris menjadi bantuan untuk membangun habitus yang sehat dalam pergaulan. Inti penting dari pergaulan yang sehat adalah hormat terhadap sesama sebagai saudara. Rasa hormat ini menghindari berbagai bentuk bullying dan pelanggaran seksual yang merupakan bentuk-bentuk perendahan terhadap martabat pribadi seseorang. Pergaulan yang sehat perlu dimulai dengan pembiasaan sikap hormat terhadap sesama sebagai saudara, tanpa menghalangi kedalaman relasi persahabatan yang perlu dibangun. Rasa hormat itu jangan sampai menghalangi tumbuhnya relasi persahabatan yang diwarnai spontanitas, keterbukaan, solidaritas, dan tenggang rasa. Hal itu akan membuahkan suasana kegembiraan yang otentik.

Oleh karena itu, upaya-upaya untuk terus membangun habitus yang sehat dalam tata pergaulan perlu didukung. Protokol Safeguarding yang sedang disiapkan untuk menyempurnakan Buku Saku Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran Seksual  (2022/2023) yang sudah kita miliki perlu didukung.  Semoga pada akhir Tahun Ajaran 2023/2024 Protokol Safeguarding itu bisa kita selesaikan.

Tantangan Kita

Dari visi dan misi Seminari Menengah St. Petrus Canisius, yang dirumuskan dalam Buku Pedoman,  telah memberikan gambaran pedagogi kita yang disebut “pedagogi holistik dengan pendekatan kontemplatif”. Pedagogi disebut holistik karena pembinaan di Seminari menyentuh seluruh pribadi manusia yang utuh, yaitu cipta, rasa dan karsavii  (mind, body, soul). Kita ingin membentuk para seminaris berkembang dan bertumbuh menuju kematangan manusiawi dan rohani.

Bagaimanakah mengintegrasikan antara kegiatan akademis sekolah dengan kegiatan pembinaan di rumah formasi? Atau bagaimana mengintegrasikan kurikulum kegiatan belajar mengajar (kurikulum merdeka) dengan kurikulum Seminari?

Untuk menjawab tantangan ini,  menurut hemat saya, perlu adanya kolaborasi bersama antara Staf Seminari, Guru dan Karyawan di Seminari sehingga Seminari memiliki iklim formatif yang kondusif. Kolaborasi perlu dibangun lewat penciptaan mekanisme yang disepakati bersama. Selain itu, faktor penting untuk menciptakan iklim sehat kolaborasi ini adalah komunikasi yang sehat dalam seluruh komponen yang ada. Forum komunikasi yang telah ada perlu terus ditingkatkan.

    Mertoyudan, 11 Juli 2023

    P. Markus Yumartana, S.J.     (Rektor)

Similar Posts