Peka akan Suara Hati
Percik Firman : Peka akan Suara Hati
Sabtu, 31 Juli 2021
PW St. Ignatius dari Loyola (imam)
Bacaan Injil: Mat 14: 1-12
“Setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: ‘Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam’” (Mat 14:8)
Saudari/a ku ytk.,
Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk peka akan suara hati kita. Suara hati tidak lain adalah suara Tuhan. Dengan semakin mengasah kepekaan kita terhadap suara hati, kita akan tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang. Sayangnya, hal ini tidak terjadi dalam diri Raja Herodes, isterinya, dan anak perempuannya.
Mereka tuli dan tidak peka akan suara hatinya. Mereka lebih dikuasai sakit hati, dendam, dan kebencian pada Yohanes Pembaptis yang telah menegur dan mengingatkan mereka. Mereka mengambil pilihan untuk membunuh sang Nabi.
Anak perempuan mereka juga tidak kritis. Mudah dihasut oleh ibunya. Keluarga Herodes bisa dibilang sebagai keluarga yang “tidak bisa berdiskresi dengan baik”.
Hari ini 31 Juli Gereja merayakan peringatan wajib Santo Ignacio López de Loyola atau Santo Ignasius Loyola (1491-1556). Semboyan yang terkenal dari para Yesuit adalah Demi Kemulian Tuhan yang Lebih Besar (AMDG: Ad Maiorem Dei Gloriam).
Dia dan para Yesuit juga meninggalkan warisan rohani bagi Gereja yaitu buku Latihan Rohani. Di dalam buku itu, kita dilatih untuk peka mendengarkan suara hati, melakukan diskresi, dan memahami kehendak Tuhan dalam hidup ini.
Ada sebuah ungkapan Santo Ignatius yang menyentuh hati saya, “There is no better wood for feeding the fire of God’s love than the wood of the cross.” (Tak ada kayu yang lebih baik untuk mengobarkan api cinta Tuhan selain kayu salib). Mengapa kayu salib? Kayu Salib simbol kasih Allah pada manusia. Yesus mengasihi manusia dan menebus dosa manusia dengan darah-Nya di kayu salib.
Santo Ignatius dilahirkan di Kastil keluarga bangsawan Loyola di Spanyol. Puji Tuhan saya pernah diberi kesempatan Tuhan berziarah ke Basilika Santo Ignatius Loyola di Spanyol bersama para peziarah. Sebuah tempat kelahiran Ignatius, daerah yang sejuk dan tenang. Waktu itu saya memimpin misa di sana pada tahun 2016.
Dari kisah hidupnya, kita tahu bagaimana proses dan dinamika pertobatan – panggilan Ignatius. Lewat Kitab Suci dan kisah santo-santo yang dibacanya saat sakit, Tuhan membuka hati Ignatius. Dia peka akan suara hatinya.
Hidupnya mulai berubah. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka adalah orang-orang yang sama seperti aku, jadi mengapa aku tidak bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan?”
Pengalamannya di kota La Storta, sekitar 15 km dari Roma, semakin meneguhkan komitmen dan perutusannya. Dalam perjalanan ke Roma, Ignatius bersama Petrus Faber dan Diego Lainez berhenti sejenak berdoa di kapel La Storta. Dia mengalami penampakan Tuhan yang sedang memanggul salib.
Didengarnya Allah Bapa berkata kepada Yesus, “Aku ingin Engkau memilih orang ini menjadi pelayan-Mu”. Yesus pun menerima Ignatius dengan berkata, “Aku mau engkau melayani Kami”.
Penampakan (visiun) La Storta ini memberikan peneguhan bahwa Ignatius dkk memiliki satu-satunya pemimpin yakni Yesus.
Semangat rohaninya adalah melayani Tuhan yang memanggul salib di dunia ini. Penampakan La Storta ini seringkali disebut sebagai mistik pelayanan dan menandai hidup, karya dan cara bertindak Ordo Serikat Yesus.
Saya bersyukur sudah dua kali datang berziarah di kapel La Storta itu saat studi di Roma. Kapel itu dekat stasiun kereta di La Storta. Saya membayangkan Ignatius yang datang ke kapel itu dan mendapat penampakan saat itu. Sekaligus saya mendoakan para Jesuit dan karya pelayanannya bagi Gereja. Dan saya memohon rahmat kesetiaan dan kepekaan dalam memahami kehendak Tuhan dalam hidup panggilan ini.
Proficiat dan Selamat berpesta bagi para rama, frater, dan bruder Yesuit, serta Anda yang bernaung di bawah perlindungan Santo Ignatius. Berkah Dalem dan Salam Teplok dari MeSRA (Mertoyudan Spiritual Rest Area).# (Y. Gunawan, Pr)